BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada akhir-akhir ini masalah korupsi
sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik
lokal maupun nasional. Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang
masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan
tetapi walau bagaimanapun korupsi ini telah merugikan Negara dan masyarakat
luas. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur
pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan
pada umumnya. Korupsi ,
mulai dari yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah yang dilakukan para
pejabat pemerintah terus terjadi sehingga dapat disinyalir Negara mengalami
kerugian hingga triliunan rupiah. Tentunya ini bukan angka yang sedikit,
melihat kebutuhan kenegaraan yang semakin lama semakin meningkat. Jika uang
yang dikorupsi tersebut benar-benar dipakai untuk kepentingan masyarakat demi
mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas pendidikan, mungkin cita-cita
tersebut bisa saja terwujud. Dan dana-dana sosial akan sampai ke tangan yang
berhak dan tentunya kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Salah satu hal
yang menyebabkan perilaku tersebut adalah rendahnya moral dan kesadaran
masyarakat mengenai korupsi itu sendiri. Masyarakat menganggap korupsi sebagai
suatu hal yang biasa sebab tanpa disadari, kita sudah terbiasa melakukan
korupsi. Misalnya saja dalam penyediaan alat tulis di kantor, pegawai terbiasa
mengambil uang yang tersisa dari dana yang disediakan. Padahal sesungguhnya
dana tersebut harus dikembalikan pada organisasi. Akibat adanya kebiasaan
korupsi ini, pemberantasan korupsi di Indonesia sangat sulit dilakukan.
Pemberantasan korupsi seharusnya dilakukan dengan cara mengubah kebiasaan
masyarakat sejak dini dan menanamkan paradigma bahwa korupsi ini adalah suatu
hal yang salah.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa korupsi itu?
2. Apa saja penyebab terjadinya
korupsi?
3. Bagaimana cara dan solusi untuk
mencegah dan memberantas korupsi?
C.
Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini diantaranya:
1. Untuk memenuhi tugas mid semester
genap mata kuliah ilmu akhlak.
2. Agar mengetahui dan memahami
dampak korupsi yang ada dipemerintahan
3. Mendapatkan pengetahuan lebih
tentang korupsi
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Teori
Korupsi
Korupsi
berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut Huntington (1968)
adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima
oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi
kepentingan pribadi. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi,
merugikan kepentingan umum. Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington
diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan korupsi
adalah persoalan politik pemaknaan.
Maka dapat disimpulkan korupsi
merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan
berbagai macam modus.
B. Penyebab
Terjadinya Korupsi
Penyebab adanya tindakan korupsi
sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah
dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri. Faktor-faktor
secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi antara lain
yaitu :
a) Ketiadaan atau kelemahan
kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan
mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
b) Kelemahan pengajaran-pengajaran
agama dan etika.
c) Kolonialisme, suatu pemerintahan
asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk
membendung korupsi.
d) Kurangnya pendidikan.
e) Adanya banyak kemiskinan.
f)
Tidak
adanya tindakan hukum yang tegas.
g) Kelangkaan lingkungan yang subur
untuk perilaku anti korupsi.
h) Struktur pemerintahan.
i)
Perubahan
radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul
sebagai penyakit transisional.
j)
Keadaan
masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam
teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
1) Greeds(keserakahan)
: berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam
diri setiap orang.
2) Opportunities(kesempatan)
: berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang
sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan
kecurangan.
3) Needs(kebutuhan)
: berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk
menunjang hidupnya yang wajar.
4) Exposures(pengungkapan)
: berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku
kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs
berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok
baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang
merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures
berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi,
masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Dr.
Sarlito W. Sarwono, tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua hal yang
jelas, yakni :
a. Dorongan dari
dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya),
b. Rangsangan dari
luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya.
Dr. Andi Hamzah
dalam disertasinya menginventarisasikan beberapa penyebab korupsi, yakni :
a. Kurangnya gaji
pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin meningkat;
b. Latar belakang
kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya
korupsi;
c. Manajemen yang
kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien, yang memberikan
peluang orang untuk korupsi;
d. Modernisasi
pengembangbiakan korupsi
Menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat
tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu :
1. Pendapatan atau gaji yang tidak
mencukupi.
2. Penyalahgunaan kesempatan untuk
memperkaya diri.
3. Penyalahgunaan kekuasaan untuk
memperkaya diri.
Dalam buku Sosiologi Korupsi oleh
Syed Hussein Alatas, disebutkan ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut :
a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih
dari satu orang.
b. Korupsi pada umumnya melibatkan
keserbarahasiaan.
c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban
dan keuntungann timbale balik.
d. Berusaha menyelubungi perbuatannya
dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.
e. Mereka yang terlibat korupsi adalah
mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu
untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
f. Setiap tindakan korupsi mengandung
penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.
g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu
pengkhianatan kepercayaan.
h. Setiap bentuk korupsi melibatkan
fungsi ganda yang kontradiktif.
i. Perbuatan korupsi melanggar
norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat.
C. Macam-Macam
Korupsi
Korupsi telah didefinisikan secara
jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat
dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7
kelompok yakni:
1. Korupsi yang terkait dengan
merugikan keuangan Negara
2. Korupsi yang terkait dengan
suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan
penggelapan dalam jabatan
4. Korupsi yang terkait dengan
pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan
perbuatan curang
6. Korupsi yang terkait dengan benturan
kepentingan dalam pengadaan
7. Korupsi yang terkait dengan
gratifikasi
Menurut Aditjandra dari definisi
tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga macam model
korupsi (2002: 22-23) yaitu :
1.Model korupsi lapis pertama
Yaitu berada dalam bentuk suap
(bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha atau warga yang
membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau pembatalan
kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa
untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan publik
lainnya.
2.Model korupsi lapis kedua
Yaitu jaring-jaring korupsi (cabal)
antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang
mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada korupsi dalam bentuk
ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota
jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level nasional.
3.Model korupsi lapis ketiga
Korupsi dalam model ini berlangsung
dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum dalam model
korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang
mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya
terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jaring-jaring korupsi
internasional korupsi tersebut.
D.
Cara Pencegahan Dan Solusi
Pemberantasan Korupsi
Menurut Baharuddin Lopa, mencegah
korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk menempatkan
kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi atau
golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau
ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak yang ingin korup,
korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yang sangat menentukan.
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga)
pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
§ Pendekatan pada posisi sebelum
perbuatan korupsi terjadi,
§ Pendekatan pada posisi perbuatan
korupsi terjadi,
§ Pendekatan pada posisi setelah
perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat
diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang
tepat yaitu :
1.
Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya
korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya,
sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya
yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini
melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu
mencegah adanya korupsi.
2.
Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi
terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti
dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi,
sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup
tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat
membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun
ilmu politik dan sosial.
3.
Strategi Represif
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang
setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi.
Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk
dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut
dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan
secara terintregasi.
BAB III
PENUTUP
A. Analisis Penyebab Perilaku Korupsi
Kenapa
orang yang rajin ibadah juga korupsi?
Dibawah ini akan dibahas melalui pendapat
beberapa tokoh dan juga beberapa pendekatan.
Ada yang mengatakan bahwa ada tiga hal yang
membuat mereka melakukan korupsi :
1. Psikologi
aliran “behaviouris” mengatakan bahwa perilaku manusia kebanyakan dipengaruhi
(tidak ditentukan) oleh faktor-faktor yang ada di luar dirinya. Antara lain
sistem pengawasan dari negara yang sangat lemah, sistem hukuman bagi koruptor
yang sangat ringan, sistem penegakan hukum yang rapuh, sistem politik yang
tidak profesional dan faktor lingkungan lainnya.
2. Di samping
faktor sistem yang buruk tersebut pada butir satu di atas, juga karena faktor
lingkungan kerja yang memang koruptif di mana korupsi sudah saling keterkaitan
antara individu dengan individu lainnya. Saling membenarkan dan saling
melindungi demi keuntungan bersama.
3. Faktor
kepribadian.
Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab
korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam
bukunya berjudul "Strategi Pemberantasan Korupsi," antara lain :
1. Aspek Individu
Pelaku
a. Sifat tamak
manusia; Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau
penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi
masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada
pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
b. Moral yang
kurang kuat; Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk
melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
c. Penghasilan
yang kurang mencukupi; Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan
selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka
seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala
upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan
memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu,
tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan
yang seharusnya.
d. Kebutuhan hidup
yang mendesak; Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami
situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi
seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
e. Gaya hidup yang
konsumtif; Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong
konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan
pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai
tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah
dengan korupsi.
f. Malas atau
tidak mau kerja; Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan
tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan
tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan
korupsi.
g. Ajaran agama
yang kurang diterapkan; Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu
akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan
bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini
menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
2. Aspek
Organisasi
a. Kurang adanya
sikap keteladanan pimpinan; Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun
informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa
memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi,
maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan
atasannya.
b. Tidak adanya
kultur organisasi yang benar; Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat
terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan
menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada
posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk
terjadi.
c. Sistim
akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai; Pada
institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang
diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus
dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap
instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil
mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian
pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan
situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
d. Kelemahan
sistim pengendalian manajemen; Pengendalian manajemen merupakan salah satu
syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin
longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka
perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
e. Manajemen
cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi; Pada umumnya jajaran manajemen
selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam
organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan
dengan berbagai bentuk.
3. Aspek Tempat
Individu dan Organisasi Berada
a. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk
terjadinya korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya,
masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini
seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana
kekayaan itu didapatkan.
b. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban
utama korupsi Masyarakat masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan
dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi
itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga
karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya
terlibat korupsi Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini
kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah
terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka
namun tidak disadari.
d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan
bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif Pada umumnya masyarakat
berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang
menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut
melakukannya.
e. Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi
mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang
dapat mencakup adanya peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan
kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang
disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak
konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan
perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA
- http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2009/12/pengertian-korupsi-dan-dampak- negatif.html
- http://soloraya.net/2010/01/korupsi-dan-pengertiannya/
- http://diklat.sumbarprov.go.id.46.masterwebnet.com/index.php?option=com_content &task=view&id=80&Itemid=1
- http://soloraya.net/2010/01/korupsi-dan-pengertiannya/
- htttp://www.pdfqueen.com/pdf/.../'pengertian-korupsi-menurut-para-ahli/
0 Komentar
Masukkan Komentar Anda