BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setelah Negara Indonesia merdeka
lebih dari enam puluh tahun yang lalu, Indonesia telah mengalami berbagai
peristiwa penting dalam bidang kenegaraan. Pergolakan masyarakat di daerah,
peralihan pemegang kekuasaan pemerintah, hingga pergantian hukum dasar negara
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sejarah negara ini sejak awal
terbentuknya hingga beberapa tahun terakhir. Salah satu perkembangan yang
menonjol dari sudut pandang ketatanegaraan diawali ketika negara ini mengalami
gejolak pasca krisis moneter yang mengakibatkan tersingkirnya Presiden Soeharto
dari tampuk kekuasaan pada 1998. Setelah melewati masa transisi yang dipimpin
oleh Presiden B.J. Habibie selama sekitar dua tahun, tuntutan kebutuhan akan sistem
ketatanegaraanyang lebih baik pun mulai berusaha diwujudkan oleh para petinggi
di negara ini. Tahun 1999 menjadi tonggak yang menyadarkan bangsa Indonesia
bahwa ide penyakralan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya disebut UUD Negara RI Tahun 1945) tidaklah relevan dalam kehidupan
bernegara. Salah satu lembaga negara bantu yang
dibentuk pada era reformasi di Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Lembaga ini dibentuk sebagai salah satu bagian agenda pemberantasan
korupsi yang merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata
pemerintahan di Indonesia. Dengan demikian, kedudukan lembaga
negara bantu dalam sistem ketatanegaraan yang dianut negara Indonesia masih
menarik untuk diperbincangkan. Makalah ini
akan membahas lebih lanjut mengenai kedudukan lembaga negara bantu dalam
struktur ketatanegaraan RI, tidak hanya ditinjau dari UUD Negara RI Tahun 1945,
tetapi juga berdasarkan berbagai pendapat para ahli di bidang hukum tata
negara, dengan menjadikan KPK sebagai contoh lembaga negara bantu yang akan
dianalisis kedudukannya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan lembaga Negara ?
2. Bagaimanakah
kedudukan KPK di dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia (RI)?
3. Apa
fungsi dan wewenang KPK?
C.
Tujuan
1. Dapat mengetahui yang
dimaksud dengan lembaga Negara.
2. Dapat mengetahui kedudukan
KPK di dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia.
3. Dapat mengetahui fungsi dan
wewenang KPK.
BAB II
TEORI
A.
Kedudukan KPK Sebagai Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia
Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) adalah lembaga negara yang bersifat independen dan berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tetapi
tidak berada di bawah kekuasaan
kehakiman. Dalam hal ini juga di tegaskan terkait status keberadaan sebuah lembaga negara, Mahkamah
Konstitusi menyatakan bahwa dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia, istilah “lembaga negara” tidak selalu dimasukkan
sebagai lembaga negara yang hanya disebutkan dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 saja,
atau yang dibentuk berdasarkan perintah konstitusi, tetapi juga ada lembaga
negara lain yang
dibentuk dengan dasar perintah dari peraturan di bawah konstitusi, seperti
Undang Undang dan
bahkan Keputusan Presiden (Keppres).
Salah satu hasil dari
Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Negara
RI Tahun 1945) adalah beralihnya supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
menjadi supremasi konstitusi. Akibatnya sejak
masa reformasi, Indonesia tidak lagi menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi
negara sehingga semua lembaga negara sederajat kedudukannya dalam sistem checks
and balances. Hal ini merupakan konsekuensi dari supremasi konstitusi, dimana
konstitusi diposisikan sebagai hukum tertinggi yang mengatur dan membatasi
kekuasaan lembaga-lembaga penyelenggara
Negara.[[1]]
Perkembangan konsep trias
politica juga turut memengaruhi perubahan struktur kelembagaan di
Indonesia. Di banyak negara, konsep klasik mengenai pemisahan kekuasaan tersebut
dianggap tidak lagi relevan karena tiga fungsi kekuasaan yang ada tidak mampu
menanggung beban negara dalam menyelenggarakan pemerintahan. Untuk menjawab
tuntutan tersebut, negara membentuk jenis lembaga negara baru yang diharapkan
dapat lebih responsif dalam mengatasi persoalan aktual negara. Maka, berdirilah
berbagai lembaga negara bantu dalam bentuk dewan, komisi, komite, badan,
ataupun otorita, dengan masing-masing tugas dan wewenangnya. Beberapa ahli
tetap mengelompokkan lembaga negara bantu dalam lingkup eksekutif, namun ada
pula sarjana yang menempatkannya tersendiri sebagai cabang keempat kekuasaan
pemerintahan.
Dalam konteks Indonesia,
kehadiran lembaga negara bantu menjamur pasca perubahan UUD Negara RI Tahun
1945. Berbagai lembaga negara bantu tersebut tidak dibentuk dengan dasar hukum
yang seragam. Beberapa di antaranya berdiri atas amanat konstitusi, namun ada
pula yang memperoleh legitimasi berdasarkan undang-undang ataupun keputusan
presiden. Salah satu lembaga negara
bantu yang dibentuk dengan undang-undang adalah Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Walaupun bersifat independen dan bebas dari kekuasaan manapun, KPK tetap
bergantung kepada kekuasaan eksekutif dalam kaitan dengan masalah
keorganisasian, dan memiliki hubungan khusus dengan kekuasaan yudikatif dalam
hal penuntutan dan persidangan perkara tindak pidana korupsi.
Kedepannya, kedudukan
lembaga negara bantu seperti KPK membutuhkan legitimasi hukum yang lebih kuat
dan lebih tegas serta dukungan yang lebih besar dari masyarakat.[[2]]
Lembaga ini juga dibentuk sebagai
salah satu bagian agenda pemberantasan korupsi
yang merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan
di Indonesia. Dengan demikian, kedudukan lembaga negara bantu dalam sistem
ketatanegaraan yang dianut negara Indonesia masih menarik untuk diperbincangkan.[[3]]
B.
Fungsi
dan Wewenang KPK
Komisi pemberantasan korupsi ini dibentuk berdasarkan
Undang-undang No. 30 tahun
2002 tentang komisi pemberantasan tindak
pidana korupsi pasal 1 undang-undang ini menentukan
bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan serangkaian tindakan untuk
mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,
supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tindak pidana korupsi itu sendiriri adalah
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan
korupsi sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang
perubahan atas undang-undang no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi. Setiap
penyelenggara negara seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang No 28 tahun 1999
tentang penyelanggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme diharapkan dapat di bebaskan dari segala bentuk perbuatan yang tidak
terpuji ini, sehingga terbentuk aparat dan aparatur penyelenggara negara yang
benar benar bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Dengan Undang-Undang No.32 tahun 2002 ini, nama komisi
pemberantasan tindak pidana korupsi selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) status hukum komisi ini secara tegas ditentukan
sebagai lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun pembentukan komisi ini bertujuan untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna upaya pemberantasan tindak pidana korupsi
yang sudah berjalan sejak sebelumnya.[[4]]
Adapun tugas, wewenang dan kewajibannya adalah sebagai
berikut:
1. Tugas
KPK
- Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Melakukan penyelidikan, penyidikan,dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
- Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
- Melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan negara.
2. Wewenang KPK
- Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
- Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait.
- Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
3. Kewajiban
- Memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.
- Memberikan informasi terhadap masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya.
- Menyusun laporan tahunan dan menyampaikan kepada presiden RI, DPR RI, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
- Menegakkan sumpah jabatan.
- Menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan azas-azas yaitu (azas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas).[[5]]
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pemahaman Tentang Lembaga
Negara
Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga
pemerintahan, lembaga pemerintah nodepartemen, atau lembaga negara saja. Ada
yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaaan oleh Undang-Undang
Dasar, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaanya dari Undang-Undang,
dan bahkan ada pula yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Hierarki atau
ranking kedudukanya tentu saja tergantung pada derajat pengaturanya menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga negara yang diatur dan
dibentuk oleh Undang-Undang Dasar merupakan organ konstitusi, sedangkan yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang merupakan organ undang-undang, sementara yang
hanya dibentuk karena Keputusan Presiden tentunya lebih rendah lagi tingkatan
dan derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang duduk di dalamnya. Demikian
pula jika lembaga dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan berdasarkan peraturan
daerah, tentu lebih rendah lagi tingkatannya.
Karena warisan sistem lama, harus
diakui bahwa di tengah masyarakat kita masih berkembang pemahamannya yang luas
bahwa pengertian lembaga negara dikaitkan dengan cabang-cabang kekuasaan
tradisional legislatif, eksekutif dan yudikatif. Lembaga negara dikaitkan
dengan pengertian lembaga yang berada di ranah kekuasaaan legislatif disebut
lembaga legislatif, yang berada di ranah eksekutif disebut lembaga pemerintah,
dan yang berada di ranah judikatif disebut sebagai lembaga pengadilan.
Oleh karena itu, sebelum perubahan UUD1945, biasa dikenal
adanya istilah lembaga pemerintah, lembaga departemen, lembaga pemerintah
nondepartemen, lembaga negara, lembaga tinggi negara, dan lembaga tertinggi
negara. Dalam hukum tata negara biasa dipakai pula istilah yang menunjuk kepada
pengertian yang lebih terbatas, yaitu alat perlengkapan negara yang biasanya
dikaitkan dengan cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudisial.[[6]]
Salah satu konsekuensi dari
dilakukannya perubahan terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 adalah munculnya beragam penafsiran mengenai istilah lembaga
Negara akibat kekurang jelasan UUD Negara RI Tahun 1945 dalam mengatur lembaga
negara. Hal ini dapat terlihat dari tiadanya kriteria untuk menentukan apakah
suatu lembaga dapat diatur atau tidak dalam konstitusi.
Dari berbagai penafsiran yang ada, salah satunya
adalah penafsiran yang membagi lembaga negara menjadi lembaga
negara utama (state main organ) dan
lembaga negara bantu (state auxiliary
organ). Lembaga negara utama mengacu kepada paham trias politica yang
memisahkan kekuasaan menjadi tiga poros (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).
Dengan
menggunakan pola pikir ini, yang dapat dikategorikan
sebagai lembaga negara utama menurut UUD Negara RI Tahun 1945 adalah MPR, Presiden
dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi
(MK), dan Komisi Yudisial (KY). Dengan demikian, lembaga-lembaga lain yang
tidak termasuk kategori tersebut merupakan lembaga negara bantu. Setelah memahami apa itu lembaga negara, dilanjutkan dengan membahas pengertian lembaga negara
bantu dan bagaimana kedudukanya dalam sistem ketatanegaraan republik Indonesia.[[7]]
B.
Pengertian Lembaga Negara Bantu
Kemunculan lembaga negara yang dalam pelaksanaan fungsinya
tidak secara jelas memosisikan diri sebagai salah satu dari tiga lembaga trias
politica mengalami perkembangan pada tiga dasawarsa terakhir abad ke-20 di
negara-negara yang telah mapan berdemokrasi,. Istilah “lembaga negara bantu”
merupakan yang paling umum digunakan oleh para pakar dan sarjana hukum tata
negara, walaupun pada kenyataannya terdapat pula yang berpendapat bahwa istilah
“lembaga negara penunjang” atau “lembaga negara independen” lebih tepat untuk
menyebut jenis lembaga tersebut. M. Laica Marzuki cenderung mempertahankan
istilah state auxiliary institutions alih-alih “lembaga negara bantu” untuk
menghindari kerancuan dengan lembaga lain yang berkedudukan di bawah lembaga
negara konstitusional. Kedudukan lembaga-lembaga ini tidak berada dalam ranah
cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Namun, tidak pula
lembaga-lembaga tersebut dapat diperlakukan sebagai organisasi swasta ataupun
lembaga non-pemerintah yang lebih sering disebut ornop (organisasi
non-pemerintah) atau NGO (non-governmental organization).
Lembaga negara bantu ini sekilas memang menyerupai NGO
karena berada di luar struktur pemerintahan eksekutif. Akan tetapi,
keberadaannya yang bersifat publik, sumber pendanaan yang berasal dari publik,
serta bertujuan untuk kepentingan publik, membuatnya tidak dapat disebut
sebagai NGO dalam arti sebenarnya. Sebagian ahli tetap mengelompokkan lembaga
independen semacam ini dalam lingkup kekuasaan eksekutif, namun terdapat pula
beberapa sarjana yang menempatkannya secara tersendiri sebagai cabang keempat
dalam kekuasaan pemerintahan. Secara teoritis, lembaga negara bantu bermula dari kehendak
negara untuk membuat lembaga negara baru yang pengisian anggotanya diambil dari
unsur non-negara, diberi otoritas negara, dan dibiayai oleh negara tanpa harus
menjadi pegawai negara. Gagasan lembaga negara bantu sebenarnya berawal dari
keinginan negara yang sebelumnya kuat ketika berhadapan dengan masyarakat, rela
untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengawasi. Jadi, meskipun
negara masih tetap kuat, ia diawasi oleh masyarakat sehingga tercipta
akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horizontal. Munculnya lembaga negara
bantu dimaksudkan pula untuk menjawab tuntutan masyarakat atas terciptanya
prinsip-prinsip demokrasi dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan melalui
lembaga yang akuntabel, independen, serta dapat dipercaya. Selain itu, faktor lain yang
memicu terbentuknya lembaga negara bantu adalah terdapatnya kecenderungan dalam
teori administrasi kontemporer untuk mengalihkan tugas-tugas yang bersifat
regulatif dan administratif menjadi bagian dari tugas lembaga independen.
Berkaitan dengan sifatnya tersebut, John Alder mengklasifikasikan jenis lembaga
ini menjadi dua, yaitu: (1) regulatory, yang berfungsi membuat aturan serta
melakukan supervisi terhadap aktivitas hubungan yang bersifat privat; dan (2) advisory,
yang berfungsi memberikan masukan atau nasihat kepada pemerintah.
Jennings, sebagaimana dikutip Alder dalam Constitutional and
Administrative Law, menyebutkan lima alasan utama yang melatarbelakangi
dibentuknya lembaga negara bantu dalam suatu pemerintahan, alasan-alasan itu
adalah sebagai berikut:
1. Adanya kebutuhan untuk
menyediakan pelayanan budaya dan pelayanan yang bersifat personal yang
diharapkan bebas dari risiko campur tangan politik.
2. Adanya keinginan untuk
mengatur pasar dengan regulasi yang bersifat non-politik.
3. Perlunya pengaturan mengenai
profesi-profesi yang bersifat independen, seperti profesi di bidang kedokteran
dan hokum.
4. Perlunya pengadaan aturan
mengenai pelayanan-pelayanan yang bersifat teknis.
5. Munculnya berbagai institusi
yang bersifat semiyudisial dan berfungsi untuk menyelesaikan sengketa di luar
pengadilan (alternative dispute resolution/
alternatif penyelesaian sengketa).[[8]]
alternatif penyelesaian sengketa).[[8]]
BAB IV
KESIMPULAN
Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga
pemerintahan, lembaga pemerintah nodepartemen, atau lembaga negara saja. Ada
yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaaan oleh Undang-Undang
Dasar, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaanya dari Undang-Undang,
dan bahkan ada pula yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Hierarki atau
ranking kedudukanya tentu saja tergantung pada derajat pengaturanya menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) adalah lembaga negara yang bersifat independen dan berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tetapi
tidak berada di bawah kekuasaan
kehakiman. Dalam hal ini juga di tegaskan terkait status keberadaan sebuah lembaga negara, Mahkamah
Konstitusi menyatakan bahwa dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia, instilah “lembaga negara” tidak selalu dimasukkan
sebagai lembaga negara yang hanya disebutkan dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 saja,
atau yang dibentuk berdasarkan perintah konstitusi, tetapi juga ada lembaga
negara lain yang
dibentuk dengan dasar perintah dari peraturan di bawah konstitusi, seperti
Undang Undang dan
bahkan Keputusan Presiden (Keppres). Sedangkan, ada yang berpendapat bahwa keberadaan Komisi
Pemberantasan Korupsi adalah ekstra
konstitusional adalah keliru. Karena, keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk politik hukum pemberantasan
korupsi di tanah air. Dengan demikian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
sebagai lembaga pemberantas korupsi yang kuat bukan berada di luar sistem
ketatanegaraan, tetapi justru ditempatkan secara yuridis di dalam sistem
ketatanegaraan yang rangka dasarnya sudah ada di dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Adapun tugas, wewenang dan kewajibannya adalah sebagai
berikut:
4. Tugas
KPK
- Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Melakukan penyelidikan, penyidikan,dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
- Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
- Melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan negara.
5. Wewenang KPK
- Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
- Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Memintainformasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait.
- Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
6. Kewajiban
- Memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.
- Memberikan informasi terhadap masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya.
- Menyusun laporan tahunan dan menyampaikan kepada presiden RI, DPR RI, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
- Menegakkan sumpah jabatan.
- Menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan azas-azas yaitu (azas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas).
DAFTAR
PUSTAKA
Asshiddiqie.Jimly , Pengantar
Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hal. 2-3
Asshiddiqie.Jimly, Perkembangan
& Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sinar Grafika, (Jakarta
Timur, Mei 2010), Hlm 193-196
Asshiddiqie.Jimly, Perkembangan
& Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sinar Grafika, (Jakarta
Timur, Mei 2010), Hlm 37
http://argama.wordpress.com/2007/08/15/kedudukan-lembaga-negara-bantu-dalam-sistem-ketatanegaraan-republik-indonesia-analisis-kedudukan-komisi-pemberantasan-korupsi-sebagai-lembaga-negara-bantu/, diakses pada tanggal 03-12-2014
http://agussiswoyo.com/hukum-islam/instrumen-anti-korupsi-di-indonesia/ diakses pada tanggal 07-12-2014
http://farizpradiptalaw.blogspot.com/2009/12/kedudukan-lembaga-negara-bantu-didalam.html, diakses pada tanggal 06-12-2014
[1]
Jimly Asshiddiqie , Pengantar Ilmu
Hukum Tata Negara Jilid I (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hal. 2-3
[4]
Jimly asshiddiqie, Perkembangan
& Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sinar Grafika, (Jakarta
Timur, Mei 2010), Hlm 193-196
[5]
http://agussiswoyo.com/hukum-islam/instrumen-anti-korupsi-di-indonesia/
diakses pada tanggal 07-12-2014
[6]
Jimly asshiddiqie, Perkembangan & Konsolidasi Lembaga
Negara Pasca Reformasi, Sinar Grafika, (Jakarta Timur, Mei 2010), Hlm 37
[8]
http://farizpradiptalaw.blogspot.com/2009/12/kedudukan-lembaga-negara-bantu-didalam.html, diakses pada tanggal 06-12-2014
0 Komentar
Masukkan Komentar Anda