Rols

6/recent/ticker-posts

Advertisement

Responsive Advertisement

Makalah Tindak Pidana Pemalsuan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam hukum di Indonesia pemalsuan terhadap sesuatu merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang telah diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Memang pemalsuan sendiri akan mengakibatkan salah satu pihak merasa dirugikan. Hal inilah yang membuat pemalsuan ini diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) dan termasuk suatu tindakan pidana.
Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam KUHP pemalsuan terdiri dari beberapa jenis, antara lain: sumpah palsu dan keterangan palsu, pemalsuan mata uang dan uang kertas, pemalsuan surat dan juga pemalsuan materai dan merek.
Oleh sebab itu agar kita memahami tentang pemalsuan, dalam makalah ini akan dibahas secara lebih detail mengenai tindak pidana pemalsuan, beserta pasal-pasal yang termuat dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP).
B.     Kerangka Pemikiran
            Hukum adalah suatu aturan yang dibuat oleh yang berwenang, bersifat memaksa dan mengikat, yang didalamnya terdapat hak dan kewajiban, oleh karena itu hukum dibuat untuk mentertibkan, supaya mendapat kenyamanan dan keamanan dalam masyarakat. Dan contoh hukum, yang kami buat yaitu tentang masalah tindak pidana pemalsuan.
            Pemalsuan adalah salah satu tindak pidana yang pengaturannya termuat dalam KUHP. Di Negara Indonesia ini, pemalsuan, yang paling sering adalah pemalsuan uang. Hal ini dapat dimengerti karena dengan tindak pidana ini tertipulah masyarakat seluruhnya, tidak hanya beberapa orang saja. Sanksi bagi tindak pemalsu uang adalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Hukuman yang diancam menandakan beratnya sifat tindak pidana ini. Adapun pemalsuan lainnya yaitu: pemalsuan keterangan dan sumpah palsu, pemalsuan materai, merek dan surat.
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1.      Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan tindak pidana pemalsuan.
2.      Agar mengetahui pengaturan dalam KUHP terhadap tindak pidana pemalsuan.
3.      Agar mengetahui unsur-unsur dan sanksi untuk tindak pidana pemalsuan.
4.      Agar mengetahui macam-macam tindak pidana pemalsuan.
5.      Untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah hukum pidana II
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan
   Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya itulah yang di namakan dengan tindak pidana pemalsuan dalam bentuk (kejahatan dan pelanggaran). Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar:
1.      Kebenaran (kepercayaan), yang pelanggarannya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan.
2.      Ketertiban masyarakat, yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap Negara/ketertiban masyarakat.
B.     Macam-macam Tindak Pidana Pemalsuan
            Dalam ketentuan hukum pidana yang dimuat dalam KUHP, dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, antara lain:
1.      Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu
2.      Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas
3.      Pemalsuan Materai dan Merek
4.      Pemalsuan Surat
C.    Pengaturan dalam KUHP serta Sanksi dan Unsur-unsurnya
1.      Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu
Sumpah palsu dan keterangan palsu, termuat dalam pengaturan KUHP pasal 242:
1)      Barangsiapa dalam keadaan dimana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan diatas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang dengan demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
2)      Jika keterangan palsu diatas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.
3)      Disamakan dengan sumpah adalah janji atau penguatan yang diharuskan menurut aturan-aturan umum atau yang menjadi pengganti sumpah.
4)      Pidana penacabutan hak brdasarkan pasal 35 No.1-4 dapat dijatuhkan.
Keterangan dibawah sumpah dapat diberkan dengan lisan atau tulisan. Keterangan dengan lisan berarti bahwa seseorang mengucapkan keterangan dimuka seorang pejabat dengan disertai sumpah, memohon kesaksian Tuhan bahwa ia memberikan keterangan yang benar, misalnya seorang saksi di dalam sidang pengadilan. Cara sumpah adalah menurut peraturan agama masing-masing. Sedangkan keterangan dengan tulisan berarti bahwa seorang pejabat menulis keterangan dengan mengatakan bahwa keterangan itu diliputi oleh sumpah jabatan yang dulu diucapkan pada waktu mulai memangku jabatannya.
Selain itu, keterangan di bawah sumpah dapat diberikan sendiri atau oleh wakilnya. Apabila diberikan oleh seorang wakil maka wakil itu harus diberi kuasa khusus, artinya dalam surat kuasa harus disebutkan dengan jelas isi keterangan yang akan diucapkan oleh wakil itu. Menurut ayat 3, disamakan dengan sumpah suatu kesanggupan akan memberikan keterangan yang benar, atau penguatan kebenaran keterangan yang telah diberikan keterangan yang benar, atau penguatan kebenaran keterangan yang telah diberikan. Pergantian ini diperbolehkan dalam hal seorang berkeberatan diambil sumpah.
Pemberi keterangan palsu supaya dapat dihukum maka harus mengetahui, bahwa ia memberikan suatu keterangan dengan sadar bertentangan dengan kenyataan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini dibawah sumpah. Jika pembuat menyangka bahwa keterangan itu sesuai dengan kebenaran akan tetapi akhirnya keterangan ini tidak benar, atau jika ternyata pembuat keterangan sebenarnya tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar, maka ia tidak dapat dihukum. Mendiamkan (menyembunyikan) kebenaran itu belum berarti suatu keterangan palsu. Suatu keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain dari keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki (dengan sengaja). Oleh karena itu, keterangan itu harus diberikan dengan atas sumpah dan diwajibkan oleh undang-undang atau mempunyai akibat hukum.
 Sumpah yang diberikan oleh UU atau oleh UU diadakan akibat hukum, contohnya adalah dalam hal seorang diperiksa dimuka pengadilan sebagai saksi, maka saksi tersebut sebelum memberikan keterangan harus diambil sumpah akan memberikan keterangan yang benar. Penyumpahan ini adalah syarat untuk dapat mempergunakan keterangan saksi itu sebagai alat bukti. Jadi, seorang yang memberikan keterangan bohong di bawah sumpah dapat dihukum.
Apabila seorang saksi dalam pemeriksaan perkara dimuka pengadilan tidak memberitahukan hal yang ia ketahui, maka Simons-Pompe maupun Noyon-Langemeyer berpendapat bahwa hal ini tidak merupakan sumpah palsu, kecuali:
a.       Menurut Simon-Pompe, apabila dengan memberikan sesuatu, maka hal yang lebih dahulu telah diberitahukan menjadi tidak benar.
b.      Menurut Noyon-Langemeyer, apabila seorang saksi itu mengatakan: ”saya tidak tahu apa-apa lagi tentang ini”.
2.      Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas
Pemalsuan mata uang dan uang kertas, termuat dalam pasal 244 KUHP: “Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Hukuman yang diancam menandakan beratnya sifat tindak pidana ini. Hal ini dapat dimengerti karena dengan tindak pidana ini tertipulah masyarakat seluruhnya, tidak hanya beberapa orang saja. Tindak pidana uang palsu membentuk dua macam perbuatan, yaitu:
a.       Membikin secara meniru (namaken)
Meniru uang adalah membuat barang yang menyerupai uang, biasanya memakai logam yang lebih murah harganya, akan tetapi meskipun memakai logam yang sama atau lebih mahal harganya, dinamakan pula “meniru”. Penipuan dan pemalsuan uang itu harus dilakukan dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang itu sehingga masyarakat menganggap sebagai uang asli. Termasuk juga apabila seandainya alat-alat pemerintah untuk membuat uang asli dicuri dan dipergunakan untuk membuat uang palsu itu.
b.         Memalsukan (vervalschen)
Memakai uang kertas, perbuatan ini dapat berupa mengubah angka yang menunjukkan harga uang menjadi angka yang lebih tinggi atau lebih rendah. Motif pelaku tidak dipedulikan, asal dipenuhi unsur tujuan pelaku untuk mengadakan uang palsu itu sebagai uang asli yang tidak diubah. Selain itu apabila uang kertas asli diberi warna lain, sehingga uang kertas asli tadi dikira uang kertas lain yang harganya kurang atau lebih.Mengenai uang logam, memalsukan bararti mengubah tubuh uang logam itu, atau mengambil sebagian dari logam itu dan menggantinya dengan logam lain.
Disamping pembuatan uang palsu dan pemalsuan uang, pasal 245 mengancam dengan hukuman yang sama bagi pelaku yang mengedarkan uang palsu. Berdasarkan unsur kesengajaan, bahwa pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut adalah uang palsu. Selain itu, tidak perlu mengetahui bahwa berhubung dengan barang-barang telah dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli.
Pasal-pasal lain:
a.       Merusak uang (muntschennis) dalam KUHP pasal 246 : “Barangsiapa mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh mengedarkan uang yang dikurangi nilainya itu, diancam karena merusak uang dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
b.      Mengedarkan uang logam yang rusak diatur dalam KUHP pasal 247, diancam hukuman sama dengan pasal 246.
Pasal 247 : “Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan serupa mata uang yang tidak rusak, mata uang mana ia sendiri telah kurangkan harganya atau yang pada waktu diterima kerusakan itu diketahuinya atau barangsiapa dengan sengaja menyimpan atau memasukkan mata uang yang demikian ke Negara Indonesia dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh manjalankannya serupa mata uang yang tidak rusak, diancam pidana paling lama dua belas tahun. (KUHP 35, 52, 64-2, 165, 252, 260 bis, 486).
c.       Pasal 249 dikenakan bagi pelaku yang menerima uang palsu dengan tidak mengetahui tentang kepalsuan uang itu, dan kemudian mengetahui tentang kepalsuannya tetapi tetap mengedarkannya dihukum hanya maksimum penjara empat bulan karena tidak ada unsur dari pasal 245 dan 247.
d.      Membuat atau menyimpan barang-barang atau alat-alat untuk memalsukan uang diancam pasal 250 dengan hukuman enam tahun penjara apabila diketahui alat tersebut digunakan untuk meniru, memalsu, atau mengurangi harga nilai uang.
Hukuman tambahan dalam pasal 250 bisa bagi pelaku kejahatan yang termuat dalam buku II KUHP, maka dilakukan perampasan uang logam atau kertas yang palsu dan alat-alat pemalsu uang meskipun barang-barang tersebut bukan milik yang terhukum. Selain itu pasal 251 mengancam hukuman maksimum penjara 1 tahun bagi pelaku yang tanpa izin pemerintah memasukkan kedalam wilayah Indonesia keeping-keping perak atau papan-papan perak yang ada capnya atau tidak, dan sesudah dicap diulang capnya atau yang diusahakan dengan cara lain agar dapat dikirakan uang logam, dan tidak untuk perhiasan atau tanda peringatan.
3.      Pemalsuan Materai
Pemalsuan materai dimuat dalam pasal 253 KUHP, dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1)      Barangsiapa meniru atau memalsukan meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, atau memalsukan tanda tangan, yang perlu untuk sahnya meterai itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai meterai yang asli atau yang tidak dipalsukan atau yang sama.
2)      Barangsiapa dengan maksud yang sama membikin materai tersebut dengan menggunakan cap yang asli secara melawan hukum.
Materai memiliki arti penting dalam masyarakat, yaitu dengan adanya materai maka surat yang diberi materai yang ditentukan oleh UU menjadi suatu surat yang sah, artinya tanpa materai berbagai surat keterangan, misalnya surat kuasa, tidak dapat diterima sebagai pemberian kuasa yang sah. Demikian juga dalam pemeriksaan perkara dimuka pengadilan, surat-surat baru dapat dipergunakan berbagai alat pembuktian apabila dibubuhi materai yang ditentukan oleh UU.
Pemalsuan materai merugikan pemerintah karena pembelian materai adalah semacam pajak dan pemalsuan materai berakibat berkurangnya pajak ke kas Negara. Menurut KUHP pasal 253, diancam hukuman tujuh tahun bagi pelaku yang meniru atau memalsukan materai yang dikeluarkan pemerintah Indonesia, dengan maksud menggunakan atau menyuruh menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan materai itu sebagai yang asli. Jika maksud tidak ada, tidak dikenakan pasal ini. Juga dihukum pembuat materai dengan cap yang asli dengan melawan hak, yang berarti bahwa pemakaian cap asli itu tidak dengan izin pemerintahan.
4.      Pemalsuan Cap (merek)
Dari berbagai tindak pidana pemalsuan, terdapat juga pemalsuan cap atau merek dan ini merupakan salah satu misal tindak pidana berat. Tindak pemalsuan cap atau merek dibagi berbagai macam:
1.      Pemalsuan cap Negara
          Pasal 254 ke-1 memuat tindak pidana berupa mengecap barang-barang itu dengan stempel palsu atau memalsukan cap asli yang sudah ada pada barang-barang itu dengan tujuan untuk memakai atau menyuruh memakai oleh orang lain barang-barang itu seolah-olah cap yang ada pada barang-barang itu adalah asli dan tidak palsu. Pasal 254 ke-2 memuat tindak pidana seperti pasal 253 ke-2, yaitu secara melanggar hukum mengecap barang-barang emas atau perak tadi dengan stempel yang asli.
          Jadi, yang berwenang menggunakan stempel yang asli tadi adalah orang lain bukan pelaku tindak pidana ini, atau pelaku yang pada umumnya berwenang, tetapi in casu mengecap barang-barang itu secara menyeleweng, tidak menurut semestinya, misalnya barang-barang itu seharusnya tidak boleh diberi cap-cap itu karena kurang kemurniannya. Pasal 254 ke-3 mengenai barang-barang emas dan perak yang sudah diberi cap Negara atau cap orang-orang ahli dengan semestinya, tetapi ada seseorang dengan mempergunakan stempel asli mengecap, menambahkan, atau memindahkan cap itu kebarang-barang lain (dari emas dan perak) dengan tujuan memakai atau menyuruh memakai oleh orang lain, barang-barang itu, seolah-olah barang itu sudah sejak semula dan dengan semestinya diberi cap-cap tadi. Ketiga tindak pidana diatas diancam hukuman maksimum penjara enam tahun.
2.      Pemalsuan cap tera (rijksmerk)
        Pasal 255 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi mengenai cap tera yang diwajibkan atau diadakan atas permohonan orang-orang yang berkepentingan pada barang-barang tertentu, misalnya alat-alat untuk menimbang atau mengukur.Hukumannya lebih ringan lagi, yaitu maksimum empat tahun penjara.
3.      Pemalsuan cap-cap pada barang atau alat-alat pembungkus barang
        Pasal 256 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi mengenai cap-cap lin daripada cap negara atau cap orang ahli atau cap tera yang menurut peraturan undang-undang harus atau dapat diadakan pada barang-barang tertentu. Hukumannya diringankan lagi sampai maksimum hukuman penjara tiga tahun.
5.      Pemalsuan surat
Pemalsuan dalam surat-surat (valschheid in geschrift) pada bab XII buku II KUHP. Maka KUHP berturut-turut memuat empat buku, semua tentang kejahatan terhadap kekuasaan umum. Jadi jelaslah bahwa pemalsuan dalam surat-suart dianggap lebih bersifat mengenai kepentingan masyarakat dengan keseluruhannya, yaitu kepercayaan masyarakat kepada isi surat-surat daripada bersifat mengenai kepentingan dari individu-individu yang mungkin secara langsung dirugikan dengan pemalsuan surat ini.
Unsur-unsur surat dari peristiwa pidana :
a.       suatu surat yang dapat menghasilkan sesuatu hak sesuatu perjanjian hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu kejadian.
b.      Membikin surat palsu (artinya surat itu sudah dari mulainya palsu) atau memalsukan surat (artinya surat itu tadinya benar, tetapi kemudian palsu).
c.       Tujuan menggunakan atau digunakan oleh oranglain.
d.      Penggunaan itu dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 263 “Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian , karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Pasal 264
1)      Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1.      akta-akta otentik
2.      surat-surat hutang atau sertifikat hutang yang dikeluarkan suatu Negara atau bagiannya atau suatu lembaga umum.
3.      Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau sertifikat utang dari sesuatu  perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai.
4.      Segi saham, surat pembuktian untung sero dan bunga yang menjadi bagian dari surat-surat tersebut dalam kedua nomor termaksud diatas atau pada surat-surat bukti atau sebagai pengganti surat-surat.
5.      Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
2)      Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jka pemalsuan surat ituu dapat menimbulkan kerugian.
Unsur-unsur pidana dari tindak pidana pemalsuan surat selain yang disebut di atas adalah:
1.      Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan;
2.      Penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup;
3.      Yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. Sengaja maksudnya bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum.
4.      Sudah dianggap “mempergunakan” misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu di tempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan.
5.      Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian.
Pasal-pasal lain yang memuat tindak pidana pemalsuan surat:
1.      Pasal 266, mengenai suatu akta otentik yang di dalamnya seseorang menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta itu tentang hal yang kebenarannya harus dibuktikan oleh akta itu dengan tujuan untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu, seolah-olah keterangan itu benar. Kalau pemakaian akta itu dapat mendatangkan suatu kerugian maka pelaku dihukum dengan hukuman maksimum tujuh tahun penjara.
2.      Pasal 267 dan 268 mengenai pemalsuan keterangan dokter.
3.      Pasal 269 tentang pemalsuaan surat keterangan tanda kelakuan baik dan sebagainya.
4.      Pasal 270 dan 271 mengenai pemalsuan surat jalan dan sebagainya dan surat pengantar kerbau dan sapi.
5.      Pasal 274 mengenai pemalsuan surat keterangan seorang penguasa tentang hak milik dan sebagainya atas suatu barang.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya itulah yang di namakan dengan tindak pidana pemalsuan dalam bentuk (kejahatan dan pelanggaran). Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar:
1.      Kebenaran (kepercayaan), yang pelanggarannya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan.
2.      Ketertiban masyarakat, yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap Negara/ketertiban masyarakat.
            Dalam ketentuan hukum pidana yang dimuat dalam KUHP, dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, antara lain:
1.      Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu
2.      Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas
3.      Pemalsuan Materai dan Merek
4.      Pemalsuan Surat
DAFTAR PUSTAKA
  • Moeljatno,  Azas-azas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993
  • Prasityo, Teguh. “Hukum Pidana” Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
  • Prodjodikoro Wirjono, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2003.
  • Soerodibroto, Soenarto. “KUHP DAN KUHAP” Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2003.
  • Soesilo, “Kitab Undang-undang Hukum Pidana” Bogor: Politeia, 1996.

Posting Komentar

1 Komentar

Masukkan Komentar Anda

Perbedaan KCU dan KCP