BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam hukum di Indonesia pemalsuan terhadap sesuatu
merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang telah diatur dalam kitab
undang-undang hukum pidana (KUHP). Memang pemalsuan sendiri akan mengakibatkan
salah satu pihak merasa dirugikan. Hal inilah yang membuat pemalsuan ini diatur
dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) dan termasuk suatu tindakan pidana.
Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam KUHP pemalsuan
terdiri dari beberapa jenis, antara lain: sumpah palsu dan keterangan palsu,
pemalsuan mata uang dan uang kertas, pemalsuan surat dan juga pemalsuan materai dan merek.
Oleh sebab itu agar kita memahami
tentang pemalsuan, dalam makalah ini akan
dibahas secara lebih detail mengenai tindak pidana pemalsuan, beserta pasal-pasal yang termuat dalam kitab undang-undang
hukum pidana (KUHP).
B.
Kerangka
Pemikiran
Hukum
adalah suatu aturan yang dibuat oleh yang berwenang, bersifat memaksa dan
mengikat, yang didalamnya terdapat hak dan kewajiban, oleh karena itu hukum
dibuat untuk mentertibkan, supaya mendapat kenyamanan dan keamanan dalam
masyarakat. Dan contoh hukum, yang kami buat yaitu tentang masalah tindak
pidana pemalsuan.
Pemalsuan
adalah salah satu tindak pidana yang pengaturannya termuat dalam KUHP. Di
Negara Indonesia ini, pemalsuan, yang paling sering adalah pemalsuan uang. Hal ini dapat
dimengerti karena dengan tindak pidana ini tertipulah masyarakat seluruhnya,
tidak hanya beberapa orang saja. Sanksi bagi tindak
pemalsu uang adalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Hukuman yang diancam menandakan beratnya sifat tindak pidana ini. Adapun
pemalsuan lainnya yaitu: pemalsuan keterangan dan sumpah palsu, pemalsuan
materai, merek dan surat.
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah:
1. Agar mengetahui apa yang dimaksud
dengan tindak pidana pemalsuan.
2. Agar mengetahui pengaturan dalam
KUHP terhadap tindak pidana pemalsuan.
3. Agar mengetahui unsur-unsur dan
sanksi untuk tindak pidana pemalsuan.
4. Agar mengetahui macam-macam tindak
pidana pemalsuan.
5. Untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah
hukum pidana II
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tindak Pidana Pemalsuan
Kejahatan
pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung sistem ketidakbenaran
atau palsu atas suatu hal (objek) yang nampak dari luar seolah-olah benar
adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya itulah yang di
namakan dengan tindak pidana pemalsuan dalam bentuk (kejahatan dan pelanggaran).
Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar:
1. Kebenaran
(kepercayaan), yang pelanggarannya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan
penipuan.
2. Ketertiban
masyarakat, yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap
Negara/ketertiban masyarakat.
B.
Macam-macam
Tindak Pidana Pemalsuan
Dalam ketentuan hukum pidana yang
dimuat dalam KUHP, dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, antara lain:
1. Sumpah
Palsu dan Keterangan Palsu
2. Pemalsuan
Mata Uang dan Uang Kertas
3. Pemalsuan
Materai dan Merek
4. Pemalsuan
Surat
C.
Pengaturan
dalam KUHP serta Sanksi dan Unsur-unsurnya
1.
Sumpah
Palsu dan Keterangan Palsu
Sumpah
palsu dan keterangan palsu, termuat dalam pengaturan KUHP pasal 242:
1) Barangsiapa
dalam keadaan dimana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan diatas
sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang dengan demikian,
dengan sengaja memberi keterangan palsu atas sumpah, baik dengan lisan atau
tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
2) Jika
keterangan palsu diatas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan
terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling
lama Sembilan tahun.
3) Disamakan
dengan sumpah adalah janji atau penguatan yang diharuskan menurut aturan-aturan
umum atau yang menjadi pengganti sumpah.
4) Pidana
penacabutan hak brdasarkan pasal 35 No.1-4 dapat dijatuhkan.
Keterangan dibawah sumpah dapat
diberkan dengan lisan atau tulisan. Keterangan dengan lisan berarti bahwa
seseorang mengucapkan keterangan dimuka seorang pejabat dengan disertai sumpah,
memohon kesaksian Tuhan bahwa ia memberikan keterangan yang benar, misalnya
seorang saksi di dalam sidang pengadilan. Cara sumpah adalah menurut peraturan
agama masing-masing. Sedangkan keterangan dengan tulisan berarti bahwa seorang
pejabat menulis keterangan dengan mengatakan bahwa keterangan itu diliputi oleh
sumpah jabatan yang dulu diucapkan pada waktu mulai memangku jabatannya.
Selain itu, keterangan di bawah
sumpah dapat diberikan sendiri atau oleh wakilnya. Apabila diberikan oleh
seorang wakil maka wakil itu harus diberi kuasa khusus, artinya dalam surat
kuasa harus disebutkan dengan jelas isi keterangan yang akan diucapkan oleh
wakil itu. Menurut ayat 3, disamakan dengan sumpah suatu kesanggupan akan
memberikan keterangan yang benar, atau penguatan kebenaran keterangan yang
telah diberikan keterangan yang benar, atau penguatan kebenaran keterangan yang
telah diberikan. Pergantian ini diperbolehkan dalam hal seorang berkeberatan
diambil sumpah.
Pemberi keterangan palsu supaya
dapat dihukum maka harus mengetahui, bahwa ia memberikan suatu keterangan
dengan sadar bertentangan dengan kenyataan bahwa ia memberikan keterangan palsu
ini dibawah sumpah. Jika pembuat menyangka bahwa keterangan itu sesuai dengan
kebenaran akan tetapi akhirnya keterangan ini tidak benar, atau jika ternyata
pembuat keterangan sebenarnya tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar, maka
ia tidak dapat dihukum. Mendiamkan (menyembunyikan) kebenaran itu belum berarti
suatu keterangan palsu. Suatu keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain dari
keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki (dengan sengaja). Oleh karena itu,
keterangan itu harus diberikan dengan atas sumpah dan diwajibkan oleh
undang-undang atau mempunyai akibat hukum.
Sumpah yang diberikan oleh UU
atau oleh UU diadakan akibat hukum, contohnya adalah dalam hal seorang
diperiksa dimuka pengadilan sebagai saksi, maka saksi tersebut sebelum
memberikan keterangan harus diambil sumpah akan memberikan keterangan yang
benar. Penyumpahan ini adalah syarat untuk dapat mempergunakan keterangan saksi
itu sebagai alat bukti. Jadi, seorang yang memberikan keterangan bohong di
bawah sumpah dapat dihukum.
Apabila seorang saksi dalam
pemeriksaan perkara dimuka pengadilan tidak memberitahukan hal yang ia ketahui,
maka Simons-Pompe maupun Noyon-Langemeyer berpendapat bahwa hal ini tidak merupakan
sumpah palsu, kecuali:
a. Menurut Simon-Pompe, apabila dengan
memberikan sesuatu, maka hal yang lebih dahulu telah diberitahukan menjadi
tidak benar.
b. Menurut Noyon-Langemeyer, apabila
seorang saksi itu mengatakan: ”saya tidak tahu apa-apa lagi tentang ini”.
2.
Pemalsuan
Mata Uang dan Uang Kertas
Pemalsuan
mata uang dan uang kertas, termuat dalam pasal 244 KUHP: “Barangsiapa
meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara
atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan mata uang atau uang kertas itu
sebagai asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun”.
Hukuman yang
diancam menandakan beratnya sifat tindak pidana ini. Hal ini dapat dimengerti
karena dengan tindak pidana ini tertipulah masyarakat seluruhnya, tidak hanya beberapa
orang saja. Tindak pidana uang palsu membentuk dua macam perbuatan, yaitu:
a. Membikin
secara meniru (namaken)
Meniru uang adalah membuat barang yang menyerupai uang,
biasanya memakai logam yang lebih murah harganya, akan tetapi meskipun memakai
logam yang sama atau lebih mahal harganya, dinamakan pula “meniru”. Penipuan
dan pemalsuan uang itu harus dilakukan dengan maksud akan mengedarkan atau
menyuruh mengedarkan uang itu sehingga masyarakat menganggap sebagai uang asli.
Termasuk juga apabila seandainya alat-alat pemerintah untuk membuat uang
asli dicuri dan dipergunakan untuk membuat uang palsu itu.
b.
Memalsukan (vervalschen)
Memakai uang
kertas, perbuatan ini dapat berupa mengubah angka yang menunjukkan harga uang
menjadi angka yang lebih tinggi atau lebih rendah. Motif pelaku tidak
dipedulikan, asal dipenuhi unsur tujuan pelaku untuk mengadakan uang palsu itu
sebagai uang asli yang tidak diubah. Selain itu apabila uang kertas asli diberi
warna lain, sehingga uang kertas asli tadi dikira uang kertas lain yang
harganya kurang atau lebih.Mengenai uang logam, memalsukan bararti mengubah
tubuh uang logam itu, atau mengambil sebagian dari logam itu dan menggantinya
dengan logam lain.
Disamping pembuatan uang palsu dan pemalsuan uang,
pasal 245 mengancam dengan hukuman yang sama bagi pelaku yang
mengedarkan uang palsu. Berdasarkan unsur kesengajaan, bahwa pelaku harus tahu
bahwa barang-barang tersebut adalah uang palsu. Selain itu, tidak perlu
mengetahui bahwa berhubung dengan barang-barang telah dilakukan tindak pidana
pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu
diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk mengedarkan
barang-barang itu sebagai uang asli.
Pasal-pasal
lain:
a. Merusak uang (muntschennis)
dalam KUHP pasal 246
: “Barangsiapa mengurangi nilai mata
uang dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh mengedarkan uang yang
dikurangi nilainya itu, diancam karena merusak uang dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.”
b. Mengedarkan
uang logam yang rusak diatur dalam KUHP pasal 247, diancam hukuman sama dengan
pasal 246.
Pasal 247 : “Barangsiapa dengan
sengaja mengedarkan serupa mata uang yang tidak rusak, mata uang mana ia
sendiri telah kurangkan harganya atau yang pada waktu diterima kerusakan itu
diketahuinya atau barangsiapa dengan sengaja menyimpan atau memasukkan mata
uang yang demikian ke Negara Indonesia dengan maksud akan mengedarkan atau
menyuruh manjalankannya serupa mata uang yang tidak rusak, diancam pidana paling lama dua belas
tahun.” (KUHP 35, 52,
64-2, 165, 252, 260 bis, 486).
c. Pasal 249
dikenakan bagi pelaku yang menerima uang palsu dengan tidak mengetahui tentang
kepalsuan uang itu, dan kemudian mengetahui tentang kepalsuannya tetapi tetap
mengedarkannya dihukum hanya maksimum penjara empat bulan karena tidak ada
unsur dari pasal 245 dan 247.
d. Membuat atau
menyimpan barang-barang atau alat-alat untuk memalsukan uang diancam pasal 250
dengan hukuman enam tahun penjara apabila diketahui alat
tersebut digunakan untuk meniru, memalsu, atau mengurangi harga nilai uang.
Hukuman
tambahan dalam pasal 250 bisa bagi pelaku kejahatan yang termuat dalam buku II
KUHP, maka dilakukan perampasan uang logam atau kertas yang palsu dan alat-alat
pemalsu uang meskipun barang-barang tersebut bukan milik yang terhukum. Selain
itu pasal 251 mengancam hukuman maksimum penjara 1 tahun bagi pelaku yang tanpa
izin pemerintah memasukkan kedalam wilayah Indonesia keeping-keping perak atau
papan-papan perak yang ada capnya atau tidak, dan sesudah dicap diulang capnya
atau yang diusahakan dengan cara lain agar dapat dikirakan uang logam, dan
tidak untuk perhiasan atau tanda peringatan.
3.
Pemalsuan Materai
Pemalsuan
materai dimuat dalam pasal 253
KUHP, dipidana dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun:
1) Barangsiapa
meniru atau memalsukan meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia, atau memalsukan tanda tangan, yang perlu untuk sahnya meterai itu, dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai
meterai yang asli atau yang tidak dipalsukan atau yang sama.
2) Barangsiapa dengan maksud yang sama
membikin materai tersebut dengan menggunakan cap yang asli secara melawan
hukum.
Materai
memiliki arti penting dalam masyarakat, yaitu dengan adanya materai maka surat
yang diberi materai yang ditentukan oleh UU menjadi suatu surat yang sah,
artinya tanpa materai berbagai surat keterangan, misalnya surat kuasa, tidak
dapat diterima sebagai pemberian kuasa yang sah. Demikian juga dalam
pemeriksaan perkara dimuka pengadilan, surat-surat baru dapat dipergunakan
berbagai alat pembuktian apabila dibubuhi materai yang ditentukan oleh UU.
Pemalsuan
materai merugikan pemerintah karena pembelian materai adalah semacam pajak dan
pemalsuan materai berakibat berkurangnya pajak ke kas Negara. Menurut KUHP
pasal 253, diancam hukuman tujuh tahun bagi pelaku yang meniru atau memalsukan
materai yang dikeluarkan pemerintah Indonesia, dengan maksud
menggunakan atau menyuruh menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan
materai itu sebagai yang asli. Jika maksud tidak ada, tidak dikenakan pasal
ini. Juga dihukum pembuat materai dengan cap yang asli dengan melawan hak, yang
berarti bahwa pemakaian cap asli itu tidak dengan izin pemerintahan.
4. Pemalsuan
Cap (merek)
Dari
berbagai tindak pidana pemalsuan, terdapat juga pemalsuan cap atau merek dan
ini merupakan salah satu misal tindak pidana berat. Tindak pemalsuan cap
atau merek dibagi berbagai macam:
1.
Pemalsuan
cap Negara
Pasal
254 ke-1 memuat tindak pidana berupa mengecap barang-barang itu dengan stempel
palsu atau memalsukan cap asli yang sudah ada pada barang-barang itu dengan
tujuan untuk memakai atau menyuruh memakai oleh orang lain barang-barang itu
seolah-olah cap yang ada pada barang-barang itu adalah asli dan tidak palsu.
Pasal 254 ke-2 memuat tindak pidana seperti pasal 253 ke-2, yaitu secara
melanggar hukum mengecap barang-barang emas atau perak tadi dengan stempel yang
asli.
Jadi, yang
berwenang menggunakan stempel yang asli tadi adalah orang lain bukan pelaku
tindak pidana ini, atau pelaku yang pada umumnya berwenang, tetapi in casu
mengecap barang-barang itu secara menyeleweng, tidak menurut semestinya,
misalnya barang-barang itu seharusnya tidak boleh diberi cap-cap itu karena
kurang kemurniannya. Pasal 254 ke-3 mengenai barang-barang emas dan perak yang
sudah diberi cap Negara atau cap orang-orang ahli dengan semestinya, tetapi ada
seseorang dengan mempergunakan stempel asli mengecap, menambahkan, atau memindahkan
cap itu kebarang-barang lain (dari emas dan perak) dengan tujuan memakai atau
menyuruh memakai oleh orang lain, barang-barang itu, seolah-olah barang itu
sudah sejak semula dan dengan semestinya diberi cap-cap tadi. Ketiga tindak
pidana diatas diancam hukuman maksimum penjara enam tahun.
2.
Pemalsuan
cap tera (rijksmerk)
Pasal
255 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi mengenai cap tera
yang diwajibkan atau diadakan atas permohonan orang-orang yang berkepentingan
pada barang-barang tertentu, misalnya alat-alat untuk menimbang atau
mengukur.Hukumannya lebih ringan lagi, yaitu maksimum empat tahun penjara.
3.
Pemalsuan
cap-cap pada barang atau alat-alat pembungkus barang
Pasal
256 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi mengenai cap-cap lin
daripada cap negara atau cap orang ahli atau cap tera yang menurut peraturan
undang-undang harus atau dapat diadakan pada barang-barang tertentu. Hukumannya
diringankan lagi sampai maksimum hukuman penjara tiga tahun.
5.
Pemalsuan surat
Pemalsuan dalam surat-surat (valschheid in geschrift)
pada bab XII buku II KUHP. Maka KUHP berturut-turut memuat empat buku, semua
tentang kejahatan terhadap kekuasaan umum. Jadi jelaslah bahwa pemalsuan dalam
surat-suart dianggap lebih bersifat mengenai kepentingan masyarakat dengan
keseluruhannya, yaitu kepercayaan masyarakat kepada isi surat-surat daripada
bersifat mengenai kepentingan dari individu-individu yang mungkin secara
langsung dirugikan dengan pemalsuan surat ini.
Unsur-unsur surat dari peristiwa pidana :
a. suatu surat yang dapat menghasilkan
sesuatu hak sesuatu perjanjian hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti
dari sesuatu kejadian.
b. Membikin surat palsu (artinya surat
itu sudah dari mulainya palsu) atau memalsukan surat (artinya surat itu tadinya
benar, tetapi kemudian palsu).
c. Tujuan menggunakan atau digunakan oleh oranglain.
d. Penggunaan itu dapat menimbulkan
kerugian.
Pasal
263 “Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat
menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang
diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai
atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan
tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian ,
karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Pasal 264
1) Pemalsuan surat diancam dengan
pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1. akta-akta otentik
2. surat-surat hutang atau sertifikat hutang
yang dikeluarkan suatu Negara atau
bagiannya atau suatu lembaga umum.
3. Surat sero atau hutang atau sertifikat
sero atau sertifikat utang dari sesuatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai.
4. Segi saham, surat pembuktian untung
sero dan bunga yang menjadi bagian dari surat-surat tersebut dalam kedua nomor
termaksud diatas atau pada surat-surat bukti atau sebagai pengganti
surat-surat.
5. Surat kredit atau surat dagang yang
diperuntukkan untuk diedarkan.
2) Diancam dengan pidana yang sama
barangsiapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang
isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu,
jka pemalsuan surat ituu dapat menimbulkan kerugian.
Unsur-unsur pidana dari tindak
pidana pemalsuan surat selain yang disebut di atas adalah:
1. Pada
waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh
orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan;
2. Penggunaannya
harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian
itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah
cukup;
3. Yang
dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja
menggunakan surat palsu. Sengaja maksudnya bahwa orang yang menggunakan itu
harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia
tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum.
4. Sudah
dianggap “mempergunakan” misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang
harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu di tempat dimana
surat tersebut harus dibutuhkan.
5. Dalam
hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak
seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu
harus dapat mendatangkan kerugian.
Pasal-pasal lain yang memuat tindak
pidana pemalsuan surat:
1. Pasal 266, mengenai suatu akta
otentik yang di dalamnya seseorang menyuruh memasukkan keterangan palsu ke
dalam akta itu tentang hal yang kebenarannya harus dibuktikan oleh akta itu
dengan tujuan untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu,
seolah-olah keterangan itu benar. Kalau pemakaian akta itu dapat mendatangkan
suatu kerugian maka pelaku dihukum dengan hukuman maksimum tujuh tahun penjara.
2. Pasal 267 dan 268 mengenai pemalsuan
keterangan dokter.
3. Pasal 269 tentang pemalsuaan surat
keterangan tanda kelakuan baik dan sebagainya.
4. Pasal 270 dan 271 mengenai pemalsuan
surat jalan dan sebagainya dan surat pengantar kerbau dan sapi.
5. Pasal 274 mengenai pemalsuan surat
keterangan seorang penguasa tentang hak milik dan sebagainya atas suatu barang.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya
mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang nampak
dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan
yang sebenarnya itulah yang di namakan dengan tindak pidana pemalsuan
dalam bentuk (kejahatan dan pelanggaran).
Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar:
1. Kebenaran
(kepercayaan), yang pelanggarannya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan
penipuan.
2. Ketertiban
masyarakat, yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap
Negara/ketertiban masyarakat.
Dalam ketentuan hukum pidana yang
dimuat dalam KUHP, dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, antara lain:
1. Sumpah
Palsu dan Keterangan Palsu
2. Pemalsuan
Mata Uang dan Uang Kertas
3. Pemalsuan
Materai dan Merek
4. Pemalsuan
Surat
DAFTAR PUSTAKA
- Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993
- Prasityo, Teguh. “Hukum Pidana” Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
- Prodjodikoro Wirjono, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2003.
- Soerodibroto, Soenarto. “KUHP DAN KUHAP” Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2003.
- Soesilo, “Kitab Undang-undang Hukum Pidana” Bogor: Politeia, 1996.
1 Komentar
KENAPA HARUS ADA GPN? INI PENJELASAN BCA
BalasHapusMasukkan Komentar Anda