BAB I
PENDAHULUAN
A
Latar Belakang
Kehidupan memang tidak luput dari
setiap permasalahan. Dalam Islam sendiri mulai sejak dahulu di zaman Rasulullah
sampai sekarang memiliki permasalahan. Setelah wafatnya Rasulullah mulai timbul
banyaknya pergejolakan yang timbul dalam kalangan umat. Setiap Pemerintah atau
Khalifah yang berkuasa berusaha untuk meminimalisir dari pemberontakan
tersebut.
Dari gejolak yang timbul dari umat
menimbulkan berbagai firqoh (kaum) dalam kalangan umat Islam sendiri. Seperti
kaum Syiah, kaum Khawarij, kaum Mu’tazilah, kaum Qadariyah, kaum Jabariyah, dan
kaum Murji’ah. Dari hal ini membuat umat sendiri menjadi terpecah belah dalam
pemikiran tentang Islam. Sehaingga hal inilah yang memicu timbulnya dari “Teologi
Islam”.
Dalam konteks historis lahirnya
Murjiah pada akhir abad pertama Hijrah pada saat Ibukota kerajaan Islam dari
Madinah pindah ke Kuffah kemudian pindah lagi ke Damaskus. Ini dipicunya adanya
pergejolakan yang timbul dalam politik imamah atau khilafat pada masa
kekhalifahan Utsman bin Affan yang kemudian berkelanjutan pada masa khalifah
Ali bin Abi Thalib. Sehingga pada tragedi terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan
yang dilakukan oleh Abdullah bin Salam menjadi pembuka yang dinyatakan kaum
Muslimin membuka bencana baginya yang tidak akan tetutup sampai hari Kiamat.
Setiap Aliran yang lahir memiliki pemikiran tersendiri dalam berperndapat yang mana menjadi pegangan tersendiri dalam mengambil
suatu keputusan dan tindakan, baik itu dari kaum Syiah sampai kepada kaum
Murji’ah. Dalam kesempatan ini kami mencoba menjabarkan tentang Aliran dari Murji’ah yang merupakan aliran yang ada dalam salah satu aliran dari aliran-aliran yang lahir sejak masa para sahabat Rasulullah.
B
Rumusan Masalah
1.
Apa yang disebut dengan aliran
Murji’ah?
2.
Bagaimana sejarah berdirinya kaum
Murji’ah?
3.
Apa saja dampak dari aliran
Murji’ah?
BAB II
PEMBAHASAN
A
Penjelasan Tentang Kaum Murji’ah
Kata“Murji’ah”
berasal dari kata “arja’a” atau “arja” yang mempunyai beberap
pengertian diantaranya:
1.
“Penundaan”,“Mengembalikan”umpamanya bagi orang yang sudah mukmin. Tapi
berbuat dosa besar sehinggga matinya belum bertaubat, orang itu hukumanya di
Tunda, dikembalikan Urusanya kepada Allah kelak.
2.
“Memberi pengharapan”. Yakni bagi orang Islam yang melakukan dosa besar tidak dihukum kafir melainkan tetap
mukmin dan masih ada harapan untuk memperoleh pengampunan dari Allah.
3.
“Menyerahkan”, maksudnya
menyerahkan segala persoalah tentang siapa yang benar dan siapa yang salah
hanya kepada keputusan Allah kelak.
Dari beberapa pengertian diatas bisa
kita menyimpulkan tentang pengertian dari Murji’ah.
Adapun yang di maksud kaum Murji’ah di sini ialah suatu golongan atau kaum
orang-orang yang tidak mau ikut terlibat dalam mengkafirkan tehadap sesama umat
Islam seperti dilakukan kaum Khawarij yang mengatakan bahwa semua yang terlibat
dalam tahkim adalah kafir, dan mengatakan bahwa orang Islam yang berdosa besar
juga kafir. Bagi mereka, soal kafir atau tidaknya orang-orang yang terlibat
dalam tahkim dan orang Islam yang berdosa besar, kita tidak tahu dan tidak
dapat menentukan sekarang. Mereka mempunyai pandangan lebih baik menangguhkan
penyelesain persoalan tersebut dan menyerahkanya kepada keputusan Allah di hari
kemudian yakni pada hari perhitungan sesudah hari Kiamat nanti. Karena mereka
berpendirian menangguhkan atau menunda persoalan tersebut, mereka kemudian
disebut kaum Murji’ah.
B
Latar belakang Sejarah berdirinya
Kaum Murji’ah.
Golongan
Murji’ah ini mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir abad pertama hijrah.
Dinamakan “Murji’ah” karena golongan ini menunda atau mengembalikan tentang
hukum orang mukmin yang berdosa besar dan belum bertobat sampai matinya, orang
itu belum dapat dihukumi sekarang. Ketentuan persoalannya ditunda atau
dikembalikan terserah kepada Allah di hari akhir nanti.
Lahirnya
aliran Murji’ah disebabkan oleh kemelut politik setelah
meninggalnya Khalifah Utsman bin Affan, yang di ikuti oleh kerusuhan dan
pertumpahan darah. Kemelut polotik itu berlanjut dengan terbunuhnya Khalifah
Ali yang diikuti pula kerusuhan dan pertumpahan darah. Di saat-saat demikian,
lahirlah aliran Syi’ah dan aliran Khawarij. Syi’ah menentang Bani Umayah karena
membela Ali dan Bani Umayyah dianggap sebagai penghianat, mengambil alih
kekuasaan dengan cara penipuan.
Di antara
Syi’ah dan Khawarij di satu pihak dan Bani Umayyah
di pihak lain yang saling bermusuhan dan menumpahkan darah itu, tampillah
segolongan yang di sebut Murji’ah.
Seperti halnya lahirnya aliran Khawarij, demikian juga halnya munculnya aliran Murji’ah adalah dengan latar belakang politik.
Sewaktu pusat pemerintahan Islam pindah ke Damaskus. Maka mulai kurang taatnya
beragama kalangan penguasa Bani Umauyyah, berbeda dengan Khulafur-Rasyidin.
Tingkah laku pengusa tampak semakin kejam. Sementara ummat Islam bersikap diam
saja. Timbul persoalan: “Bolehkah ummat
Islam berdiam saja dan wajibkah kepada khalifah yang dianggapnya zalim?”.
Orang-orang murjiah berpendapat
bahwa seorang muslim boleh saja shalat di belakang seorang yang sholeh ataupun
di belakang orang fasiq. Sebab penilaian baik dan buruk itu terserah kepada
Allah. Soal ini mereka tangguhkan dan karena itu pulalah mereka dinamakan
golongan Murji’ah yang yang berarti melambatkan atau menagguhkan
tentang balasan Allah sampai nanti.
Dipandang dari sisi politik,
pendapat golongan Murji’ah memang menguntungkan penguasa Bani Umayyah.
Sebab dengan demikian berarti membendung kemungkinan terjadinya pemberontakan
terhadap Bani Umayyah sekalipun khalifah
dan pembantu-pembantunya itu kejam, toh mereka itu muslim juga. Pendapat ini
berbeda dengan pendirian golongan khawarij yang mengatakan bahwa berbuat zalim,
berdosa besar itu adalah kafir.
Pada masa pemerintahan Umar Bin
Khattab beberapa daerah takluk ke dalam kekuasaannya. Syria jatuh pada tahun 638 M, disusul Mesir pada 641M, lalu Persia 642 M jatuh
ketangan ummat Islam. Berarti ada tiga kerajaan besar dengan kekayaan yang
cukup dan tinggi peradabanya, masuk kedalam kekuasaan Islam. Masing-masing
daerah ini menjadi wilayah gubernur dengan
pusat pemerintahan tetap di Madinah. Masing-masing daerah
diperintah seorang gubernur.
C
Aliran Dalam Kaum Murji’ah dan
Tokoh-Tokohnya
Al Bagdhadi membagi aliran Murjiah
kepada tiga golongan besar, yaitu:
1.
Murjiah dalam pengaruh faham
Qadariah dengan pendukung-pendukungnya:
1). Ghailan , 2). Abi Syamar , 3). Muhammad bin
Syahib al Basri
Mereka ini menganut paham kehendak bebas yang
dikaitkan ketentuan-ketentuan efektif Tuhan terhadap setiap kejadian.
2.
Murjiah dalam pengaruh faham Jabariah
dengan pendukung-pendukungnya.
Jaham bin
Safwa Yaitu yang menganut paham bahwa iman dan kufur adalah
terletak di hati dan bukan terletak pada perbuatan manusia. Oleh karena itu,
orang yang menyembah berhala dan matahari dianggap tetap beriman.
3.
Murji’ah yang tidak dalam pengaruh
faham Jabariah atau Qadariah dan mereka ini terbagi dalam lima golongan:
1). Yunusiah , 2). Ghassaniah , 3). Tsaubaniah , 4). Thumaniah , 5). Marisiah
D
Pemikiran Teologi Kaum Murji’ah
Kaum
Murji’ah dilihat dari sisi pemikiran teologi mereka dapat di beradakan dalam
dua golongan, yang mana dua golongan ini sangat jauh berbeda dari satu dengan
yang lainya, yaitu:
1.
Golongan Moderat
Ialah golongan yang berpendapat
bahwa orang Islam yang berdosa besar tidak Kafir dan ia tidak akan kekal di
dalam neraka, akan tetapi di sikasa di dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa
yang pernah ia lakukan, dan kemudian setelah menjalani siksaan ia akan keluar
dari neraka. Dan bisa saja jika dosanya di ampuni Tuhan, maka ia sama sekali
tidak masuk neraka.
2.
Golongan Ekstrim
Ialah golongan yang berpendapat iman
ialah keyakinan di dalam Hati. Apabila seseorang di hatinya telah meyakini
tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad rasul Allah, meskipun ia
meyatakan kekafiran dengan lidah, menyembah berhala, mengikuti agama Yahudi,
dan Nasrani, memuja salib, mengakui trinitas, kemudian mati, orang seperti ini
tetap mukmin yang sempurna imannya di sisi Allah dan ia termasuk golongan Ahli
Surga.
Selanjutnya golongan Murji’ah
Ekstrim terpecah kepada beberapa golongan, antara lain:
a
Al Jahmiyah adalah para pengikut Jahm bin Shafwan. Dan golongan
ini berpendapat bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan dan kemudian
menyatakan kekufuran secara lisan ia tidak menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya di dalam hati, bukan pada bahagian lain dari tubuh manusia.
Bahkan orang seperti ini juga tidak menjadi kafir, walaupun ia menyembah
berhala, menjalankan ajaran-ajaran agama Yahudi atau agama Kristen dengan
menyembah salib, menyatakan percaya pada trinitas, kemudian mati. Orang
demikian bagi Allah tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.
b
Al Shalihiyah adalah para pengikut Abu al Hasan Shalih Ibnu ‘Amar Al
Shalih. Golongan ini berpendapat, iman ialah mengenal Tuhan dan kufr ialah
tidak mengenal Tuhan. Menurut golongan ini, sembahyang tidaklah merupakan
ibadah kepada Allah, karena yang di sebut ibadah ialah iman kepada-Nya, dalam
arti mengenal Tuhan. Lebih dari itu golongan ini berpendapat bahwa sembahyang,
zakat, puasa, dan haji hanya menggambarkan kepatuhan dan tidak merupakan ibadah
kepada Allah. Yang di sebut ibadah hanyalah iman. Iman tidak bertambah dan
tidak berkurang.
c
Al Yunusiyah adalah pengikut Yunus Ibnu ‘Aun Al Numairi. Menurut
golongan ini iman ialah mengenal Allah, hati tunduk pada-Nya, meninggalkan rasa
takabbur, dan mencintai-Nya dalm hati. Apalagi yang tersebut ini terhimpun pada
diri seseorang maka ia adalah seorang mukmin. Sedangkan yang sealin dari itu
bukanlah termasuk iman. Oleh karena di dalam pandangan kaum Murji’ah, yang di
sebut Iman itu hanyalah mengenal Tuhan,
golongan Al Yunusiyah berkesimpulan bahwa melakukan maksiat atau
pekerjaan-pekerjaan jahat tidak merusak iman seseorang.
d
Al Ubaidiyah , golongan ini adalah pengikut ‘Ubaid
Ibnu Mahran Al Muktab. Dan dalm pandangan golongan ini ,mereka berpandapat jika
seseorang mati dalam keadaaan beriman, dosa-dosa dsan perbutan jahat yang di
kerjakan tidak akan merugikan bagi yang bersangkutan. Perbuatan jahat banyak
atau sedikit, tidak merusak iman. Sebaliknya, perbuatan baik, banyak atau
sedikit, tidak akan merubah atau memperbaiki kedudukan orang yang musrik atau
orang yang kafir.
e
Al Ghassaniyah adalah pengikut Ghassan Al Kufi. Golongan ini
berpendapat, iman ialah mengenal Allah dan Rasul-Nya serta mengakui apa yang di
turunkan Allah kepada Rasul secara global, tidak secara rinci. Iman itu bisa
bertambah dan tidak bisa berkurang. Selain itu golonagn ini juga berpendapat,
jiak seseorang mengatakan: “saya tahu bahwa Tuhan Mengharamkan memakan babi,
tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah itu adalah
kambing ini atau yang selainya”, maka orang tersebut tetap mukmin. Dan jika
seseorang mengatakan: “ Saya tahu bahwa tuhan mewajibkan haji ke Ka’anh, tetapi
saya tidak tahudimana letaknya ka’bah itu, apakah di India atau di tempat
lain”, orang demikian juga tetap mukmin.
E
Alam Pemikiran Kaum Murji’ah
Pemimpin Murji’ah ini adalah Hasan
Bin Bilal Al Muzni, Abu Salat As Samman, Tsauban Dlirir Bin Umar. Penyair yang
terkenal pada pemerintahan Bani Umayyah ialah Tsabit Bin Quthanah, mengarang
syair iktikad kaum Murji’ah.
Apabila yang menjadi asas golongan
Mu’tazilah ialah “Usulu I-Khomsah”, dan golongan Syi’ah dengan berasas tentang
“Imamah”, maka asas golongan Murji’ah tentang batasan pengertian “Iman”.
Menurut Ahli Sunnah bahwa iman itu
sendiri terdiri dari tiga unsur, yaitu: membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan
lisan, dan menyertai dengan amal perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, haji.
Masing-masing adalah termasuk bagian Iman.
Ahmad Amin menerangkan:“Kebanyakan
golongan Murjiah berpendapat bahwa Iman ialah hanya membenarkan dengan hati
saja. Atau dengan kata lain Iman ialah makrifat kepada Allah dengan hati, bukan
pengertian lahir. Apabila seseorang beriamn dengan hatinya, maka dia adalah
mukmin dan muslim, sekalipun lahirnya dia Yahudi atau Nasrani dan meskipun
lisanya tidak mengucapkan syahadat dua. Mengikrarkan dengan lisan dan amal
perbuatan seperti shalat, puasa dan sebagainya, itu bukan bagian daripada
iman.”
Alasan merekan bahwa Al Quran itu
diturunkan dalam bahasa Arab. Iman menurut bahasa ialah membenarkan dengan hati
saja. Sedangkan amal perbuatan dengan anggota badan menurut bahasa bukan
termasuk membenarkan dengan hati – tashdiq – tidak termasuk bagian dari iman.
Dalam Al Quran diterangkan tentang kisah saudara-saudara Nabi Yunus a.s.
وَمَا اَنْتَ
بِمُؤمِنٍ لَنَا اَى بِمُصَدِّقٍ مَاحَدَّثْنَاكَ بِهِ
Artinya:
“Tidaklah kamu itu orang yang beriman kepadaku. Artinya mempercayai apa yang
kami katakan kepadamu tentangnya.”
Menurut hadits, iman ialah :
أَلإِيْمَانُ
اَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ اَى تُصَدِّقُ
Artinya:
“Iman ialah percaya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
dan Rasul-rasul-Nya.” artinya: membenarkan.
Selanjutnya diterangkan:“Sebagian
dari golongan Murji’ah berpendapat bahwa iman itu terdiri dari dua unsur ,
yaitu membenarkan dengan hati, dan mengikrarkan dengan lisan. Membenarkan
dengan hati saja tidak cukup, dan mengiikrarkan dengan lisan sajapun tidak
cukup, tetapi harus dengan bersama kedua-duanya. Supaya seseorang menjadi mukmin.
Karena orang yang membenarkan dengan hati dan menyatakan kebohongannya dengan
lisan, tidak dinamakan mukmin.”
Golongan-golongan lain berpendapat
bahwa iman itu terdiri dari tiga unsur, yaitu: membenarkan dengan hati,
mengikrarkan dengan lisan dan beramal dengan anggota badan. Sekalipun iman
menurut bahasa itu berarti membenarkan dengan hati, tetapi dalam syara’ itu ada
hal-hal yang berubah dari arti menurut bahasa. Yang mempunyai pengertian
tersendiri dalam istilah. Seperti shalat menurut bahasa ialah doa. Tetapi dalam
syara’ diartiakn sebagai berikut:
اَلصَّلاَةُ
هِىَ اَقْوَالٌ وَاَحْوَالٌ وَاَفْعَالٌ مَخْصُوْصَةٌ مُفْتَتَحَةٌ بِالتّكْبِيْرِ
وَمُخْتَتَمَةٌ بِالتَّسْلِيْمِ
Artinya:
“Shalat ialah bacaan, tingkah laku dan perbuatan tertentu yang dimulai
takbir dan diakhiri dengan salam.”
Firman Allah:
Artinya:“Dan
demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan
kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya
nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Al
Baqarah: 143)
Lafaz “iman” dalam ayat tersebut,
yang dimaksud ialah “shalat”nya kaum muslimin menghadap ke arah Baitul Maqdis
sebelum perintah menghadap ke arah Masjidil Haram, seperti diterangkan dalam
ayat:
Artinya:
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh
Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke
arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke
arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu
adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang
mereka kerjakan.(Al-Baqarah : 144)
Seandainya “iman itu cukup hanya
denagn hati, maka banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani tergolong Mukmin. Sebab
mereka mengetahui Nabi Muhammad SAW, sebagaiman pula nenek moyang mereka juga
mengetahuinya, diperoleh keterangan dari kitab-kitab Taurat dan Injil.
Golongan Murji’ah bertentangan
dengan golongan Mu’tazilah dan Khawarij. Diterangkan “Golongan-golongan
Mu’tazilah dan Khawariz sangat menentang
golongan Murji’ah tentang pengertian iman. Karena kedua golongan tersebut
mensyaratkan iman dengan melaksanakan taat kepada Allah, menjahui hal-hal yang
maksiat, dan mereka menjadikan amal perbuatan sebagoan daripada iman. Golongan
Khawarij menganggap Mu’tazilah menganggapnya berada dalam suatu posisi di
antara dua posisi, tidak mukmin dan tidak juga kafir, sedangkan golongan
Murji’ah berpendapat: bahwa orang yang berdosa besar itu mukmin. Sebab dia
membenarkan dengan hatinya, dikatakan fasiq karena melakukan dosa besar. Bahkan
di antara mereka sendiri adanya yang mengatakan bahwa tidak betul menamakan
orang yang berdosa besar itu fasiq secara mutlaq, tetapi dikatakan fasiq dalam
hal demikian.”
Masalah iman ini menimbulkan
beberapa masalah. Seperti apakah iman itu dapat bertambah atau tidak. Karena
golongan Murji’ah berpendirian bahwa iman itu mrmbenarkan dalam hati saja atau
membenarakan dengan hati fan mengikrarkan dengan lisan itu adakalanya benar dan
tidak. Maka iman itu tidak bisan bertambah atau berkurang.
Adapun pihak-pihak yang berpendirian
bahwa amal perbuatan itu termasuk ke dalam pengertian iman, sedangkan amal
perbuatan itu bisa banyak bisa sedikit, maka iman itu dapat bertambah dan
berkurang. Berdasarkan ayat:
Artinya:
“Dan apabila diturunkan suatu surat, Maka di antara mereka (orang-orang
munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya
dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, Maka surat
ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.” (At Taubah: 124)
Sebagaimana Ahli Hadits mengatakan :
اَلإِيْمَانُ مَعْرِفَةٌ بِالْقَلْبِ وَاِقْرَارُ
بِالِلّسَانِ.وَعَمَلٌ بِالأَرْكَانِ.يَزِيْدُبِالطَاعَاتِ وَيَنْقُصُ
بِالعِصْيَانِ.
Artinya:
“Iman ialah mengetahui dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan beramal
dengan anggota badan, bertambah sebab taat dan berkurang sebab bermaksiat.
Ada beberapa
pendapat tentang orang yang berdosa besar , yaitu:
1. Golongan
Mu’tazilah dan Khawariz berpendapat bahwa orang yang berdosa itu kekel dalam
neraka, tidak akan di keluarkan selama-lamanya, berdasarkan ayat:
Artinya:
“Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang
ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”(An-Nisa-14)
Artinya:
“Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya
ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya.”(An-Nisa: 93)
Golongan Murji’ah mentakwilkan ke dua ayat tersebut :
a. Ayat
pertama: orang yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya itu tetap mukmin,
tidak melampaui had-had-Nya, tetapi hanya sebahagianya saja. Orang yang
melampaui atau melanggar semua had-had-Nya, itu dinamakan orang kafir.
b. Ayat kedua:
bahwasanya yang di maksud membunuh (manusia) dalam ayat tersebut ialah orang
kafir.
2. Golongan
Murji’ah berpendirian bahwa orang yang berdosa besar itu tidak kekal dalam
neraka selamanya. Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji pahala,
sedangkan janji ancamanya boleh jadi di penuhi. Sebab pahala adalah
anugrah-Nya, bukanlah suatu kekurangan. Dalam hal ini golongan Mu’tazillah berpendirian
sebaiknya yaitu Allah wajib melaksanakan balasan pahala dan siksaan.
Beberapa paham Murji’ah mempengaruhi
Ahli Sunnah seperti diterangkan: “Dan kepercayaan-kepercayaan Murji’ah telah
banyak masuk ke dalam Ahli Sunnah. Seperti pendapat tentang tidak kekalnya
orang mukmin yang maksiat di dalam neraka, dan pendapat tentang wewenang
mengingkari ancaman siksa bukan janji pahala dan sebagainya.”
Sebenarnya pendirian-pendirian
golongan Murji’ah yang lunak tentang iman, sangat membahayakan. karena tidak ekstrim
seperti golongan-golongan Mu’tazilah dan Khawariz. bersifat irja’ menagguhkan
ketentuan hukum orang yang berdosa besar, maka diketahui bahwa pada waktu itu
banyak penguasa yang berbuat maksiat dan dosa, karenanya pendapat-pendapat
golongan Murji’ah tersebut bertendensi politis.
F
Pengaruh Negatif dalam Aliran Murjiah
Jika mengikuti faham Murji’ah ini
maka ayat-ayat hukum dalam Al Quran seperti hukum pencuri dengan potong tangan,
tidak ada gunanya lagi. Sebab kesalahan hanya di tangguhkan kepada Tuhan saja.
Pengaruh ajaran Murji’ah dalam
kehidupan Masyarakat sangat negatif dan membahayakan masyarakat berupa moral
latitude, yakni sikap memperlemah ikatan-ikatan moral. Dengan kata lain
masyarakat yang bersikaf menyimpang dari kaidah Akhlak yang di ajarkan oleh
rasul. Hal ini disebabkan karena mereka hanya mementingkan iman berada di dalam
hati, sedangkan amal perbuatan baik dianggap kurang penting sehingga di abaikan
oleh pengaruh paham ini.
BAB III
PENUTUP
A
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan
bahwa golongan Murji’ah moderat, sebagai golongan yang berdiri sendiri telah
hilang dalam sejarah dan ajaran-ajaran mereka mengenai iman, kufur dan dosa
besar masuk kedalam aliran Ahli Sunnah dan Jama’ah. Adapun golongn Murji’ah
Ekstrim juga telah hilang sebagai aliran yang berdiri sendiri, tetapi dalam
praktek masih terdapat pada sebagian umat Islam yang menjalankan ajaran-ajaran
ekstrim itu, mungkin dengan tidak sadar bahwa mereka sebenarnya dalm hal ini
mengikuti ajaran-ajaran golongn Murji’ah ekstrim.
Kemudian
Berdasarkan atas pemaham tentang firqoh Murjiah dapat kita analisis bahwa yang
namanya golongan Murji’ah ini:
a
I’tiqad kaum Murjiah bertentangan
dengan faham kaum golongan lain hal ini dikarenakan faham yang dikemukakan oleh
kaum Murji’ah terlalu longgar dalam artian hal ini disebabkan karena yang
namanya iman itu hanya berkisar dalam seputar hati yang membuat kita
menyulitkan membedakan antara orang yang mukmin dan yang kafir.
Adapun
golongan yang berberda diantaranya:
Ø Faham Ahlusunah wal Jama’ah yang
mengatakan bahwa iman itu terdiri dari enam unsur maka kalau hanya percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya saja tidak cukup karena
belum memenuhi enam unsur atau rukun iman.
Ø Faham Khawarij yang mengatakan bahwa
iman adalah mengenal Allah dan Rasul beserta mengerjakan segenap perintah Tuhan
dan mejahui segala larangan-Nya. Bagi kaum Khawarij orang yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya tetapi tidak mau sholat, berpuasa, dan tidak mau
mengerjakan amal-amal ibadah lainya orang itu hukumnya kafir dan halal
darahnya.
Ø Faham Syiah yang mengatakan bahwa
percaya: iman adalah sebagian dari iman tidak cukup hany iman kepada Allah dan
Rasul-Nya Saja.
0 Komentar
Masukkan Komentar Anda