UJIAN AKHIR
SEMESTER
|
|
Nama
|
: Asep Saepudin
|
NIM
|
: 1133060013
|
Mata Kuliah
|
: Hukum Pidana dalam Yurisprudensi
|
Jurusan/Smt/Kls
|
: HPI/IV/A
|
Dosen
|
:
|
Asisten
|
:
|
Tanggal
|
: 20 Mei 2015
|
Tanda Tangan
|
:
|
RESUME BUKU HUKUM PIDANA DALAM YURISPRUDENSI
( R. Ahmad. S. Soema Di Pradja )
BAB I
Yurisprudensi, Arti dan Peranannya Bagi Hukum Pidana
Tidak dapat
disangkal bahwa tugas daripada seorang
hakim adalah berbeda, berlainan dari pada tugas dan kewenangan dari pembentuk
undang-undang. Dapat dikatakan bahwa baik hakim maupun pembentuk undang-undang
menentukan atau menetapkan hukum yang
dapat diartikan dalam arti yang berbeda pula. Pembentuk undang-undang membentuk
hukum secara in abstracto yaitu
merumuskan peraturan hukum secara umum yang
berlaku bagi semua orang yang tunduk pada ketentuan undang-undang. Lain halnya
kedudukan hakim, ia sebaliknya yaitu menetapkan hukum secara in concreto dimana hakim menerapkan
peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk
diadili dan diputus.
Terkait hal
ini, dalam pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman telah menggariskan tentang tugas
hakim sebagai berikut :
Pengadilan
tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan
dengan dalih, bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa
dan mengadilinya.
Menurut
pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 digariskan lebih lanjut
tentang kewajiban hakim, sebagai berikut :
Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.Lebih lanjut dapat dikatakan
disini, bahwa bagi hakim pidana berlaku pula asas “nullum delictum, nulla
poena sine praevia lege ponali”, sebagaimana dapat ditarik dari isi
ketentuan pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menandung arti
bahwa perbuatan apa dan yang bagaimanakah yang dilarang diperbuat orang serta
yang diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut, diletkan
sepenuhnya dalam kekuasaan pada (badan) pementuk undang-undang pidana.
Didalam
putusannya itu, hakim pidana menurut pendapat R.
Sardjono sebagaimana dikemukakan dalam Raker Hakim dan Panitera dalam wilayah
hukum Pengadilan Tinggi Jakarta pada tahun 1972, antara lain :
1. Merupakan
suatu pertanggungan jawab dari hakim mengenai alasan-alasan yang menjadi dasar putusannya itu terhadap masyarakat dan negara
dalam kedudukannya sebagai alat perlengkapan negara, yang dibuatnya dengan
jalan menyusun pertimbangan putusan tersebut.
2. Pertimbangan-pertimbangan
itu harus merupakan keseluruhan yang lengkap, tersusun secara sistematis dan
satu sama lainnya mempunyai hubungan yang logis tidak ada pertentangan (tegenstrijdigheid) satu sama lain (innerlijke tegenstrijdigheid),
pertentangan-pertentangan mana juga tidak boleh terdapat antara
pertimbangan-pertimbangan putusan dan dictum putusan.
3. Hakim harus
menilai kekuatan pembuktian tiap alat bukti dan memberi kesimpulannya mengenai
soal terbukti atau tidaknya tuduhan terhadap si terdakwa.
4. Hakim dalam
mempertimbangkan perkara adalah tidak bebas, melainkan terikat pada hukum,
undang-undang dan rasa keadilan, sehingga dengan demikian segala kesan bahwa
hakim bertindak sewenang-wenag sekaligus dapat dilenyapkan.
5. Hubungan
antara dictum (amar) putusan dan pertimbangan adalah bahwa setiap bagian dari
dictum putusan harus didukung oleh pertimbangan tertentu.
Dengan
demikian telah diketahui bahwa hakim dilarang secara tegas untuk menolak
mengadili suatu perkara (pidana) yang dihadapkan kepadanya untuk diperiksa dan
diadili. Sedangkan dilain pihak hakim diwajibkan
pula untuk menggali, mengikutidan memahami nilai-nilai hukum yang hidup didalam
masyarakat.
SuratDakwaan, Isi Serta Peranannya MenurutYurisprudensi DewasaIni
Surat
dakwaan menurut hukum acara pidana, seperti yang termuat dalam KUHAP jo
Undang-undang No. 8 Tahun 1981 mempunyai peranan yang sangat penting, karena
surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa dalam kedudukannya sebagai Penuntut Umum
menjadi dasar pemeriksaan disidang pengadilan. Kemudian surat dakwaan itu
menjadi pula dasar dari putusan hakim (Majelis Hakim). Betapa pentingnya surat
dakwaan itu dapat terlihat dari bunyi pasal 197 KUHP, dalam hal putusan
pemidanaan, haruslah didasarkan kepada dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat
dakwaan. Sebagai konsekuensi logis dari sifat dan hakikat surat dakwaan
digariskan dalam KUHAP seperti dikemukakan diatas, musayawarah-terakhir untuk
mengambil keputusan Majelis Hakim wajib mendasarkannya kepada isi surat dakwaan
(pasal 182 ayat 4 KUHAP).
Dari hal
tersebut diatas jelas kiranya bahwa betapa pentingnya peranan yang dijalankan
oleh surat dakwaan dalam proses pemeriksaan perkara pidana. Surat dakwaan dengan demikian merupakan dasar hukum acara pidana, sehingga seorang terdakwa yang diajukan ke depan persidangan atas
dakwaan melakukan suatu kejahatan, akan diperiksa, diadili dan diputus atas
dasar surat dakwaan yang telah disusun secara terperinci dan jelas oleh Jaksa
selaku Penuntut Umum dan bukan oleh hakim seperti halnya diatur dalam HIR
sebelum berlakunya Undang-undang No. 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kejaksaan RI.
Karena
pentingnya surat dakwaan ini didalam pemeriksaan perkara sehingga walaupun
terdakwa memang benar telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan
dalam dakwaan Jaksa, akan tetapi apabila ternyata perbuatan-perbuatan yang
didakwaan dalam surat dakwaan Jaksa adalah tidak sesuai atau tidak selaras
dengan teks aslinya dari rumusan delik yang didakwakan telah dilanggar oleh
terdakwa maka dakwaan itu harus dinyatakan “tidak dapat diterima dan terdakwa
harus segera dikeluarkan dari tahanan”.
Dalam rangka
pembahasan tentang surat dakwaan ini, perlu dikatahui bahwa menurut pengetahuan
dan juga yurisprudensi, surat dakwaan itu dapat disusun dan dirumuskan dalam beberapa bentuk, yakni :
1. Dakwaan Tunggal
Hal ini
disusun dalam bentuk paling sederhana dalam hal seseorang atau lebih terdakwa
disangka telah melakukan satu perbuatan atau satu tindak pidana saja. Misalnya
melakukan tindak pidana “pencurian” jo pelanggaran, pasal 362 KUHAP.
2. Dakwaan Alternatief
Yang harus
dapat dibuktikan adalah hanya satu perbuatan saja, dipilih diantara yang
didakwakan itu satu (perbuatan). Sehubungan dengan hal tersebut, dakwaan
ini disebut pula “dakwaan pilihan”.
Dakwaan
dengan cara ini dibuat dalam hal, Penuntut Umum ragu-ragu menerapkan pasal
manakah dari perbuatan yang dilakukan terdakwa itu paling tepat sehingga dapat
dibuktikan dalam persidangan nanti.
3. Dakwaan Subsidair
Dalam hal
pendakwaan secara alternatief hakim harus melakukan pilihan, untuk selanjtnya
ia mempunyai kebebasan untuk menyatakan perbuatan sebagaimana dirumuskan kedua
dinyatakan sebagai terbukti tanpa terlebih dahulu adanya kewajiban untuk
menyatakan perbuatan yang pertama-tama didakwakan.
Lain halnya
dalam hal pendakwaan subsidair dalam arti yang sesungguhnya, disini adanya
maksud atau tujuan dari perumusan dakwaan bahwa hakim pertama-tama harus
memeriksa perbuatan yang erdahulu dicantumkan dalam surat dakwaan, dakwaan
primair itulah yang harus diperiksa dan dalam hal dakwaan primair ini tidak
dapat dibuktikan barulah diperiksa dakwaan dibawahnya ataupun yang disebut
“pendakwaan subsidair”.
4. Dakwaan Kumulatief
Tidak ada
satu ketentuanpun dalam KUHAP yang melarang diadakan pendakwaan lebih dari satu
perbuatan, sehubungan dengan hal itu ada kemungkinan beberapa perbuatan tidak
ada sangkut pautnya satu sama lain telah dilakukan seseorang pada saat-saat
yang berlainan pula. Umpamanya saja, seseorang telah melakukan pencurian pada
bulan Juli dan berbuat penipuan pada bulan Agustus dalam tahun yang sama, dalam
hal yang demikian ini telah terjadi “meerdaadsesamenloop”
atau “perbarengan perbuatan”. Beberapa perbuatan diminta supaya diadili secara
sekaligus. Pada terdakawa dalam pendakwaan didakwakan beberapa (cumulatief) perbuatan.
Pembuatan surat dakwaan diatas harus
memenuhi dua syarat yang pokok yaitu :
a. Syarat Formal
Surat
dakwaan mutlak harus berisi syarat-syarat formal ini, meskipun demikian, jika
tidak dipenuhi syarat-syarat formal ini, tidak diancam pembatalan.
Syarat-syarat
formal dibuat dalam surat dakwaan adalah guna dapat meneliti “identitas”,
apakah benar terdakwa inilah yang harus dihadapkan ke sidang pengadilan ataukah
orang lain. Yang terpenting adalah bahwa surat dakwaan itu harus disampaikan
kepada :
– Tersangka atau kuasanya
(penasehat hukumnya).
– Penyidik.
Pasal 143
ayat (2) KUHAP menentukan bahwa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi
tanggal dan ditandatangani, berisikan nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal
lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama serta pekerjaan
tersangka.
b. Syarat Materiil
Menurut
ketentuan perundang-undangan, tidak dipenuhinya syarat materiil ini dalam
dakwaan, membawa akibat batalnya dakwaan.
Adapun
syarat materiil ini adalah berupa “uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat
tindak pidana itu dilakukan”.
Pentingnya
penyebutan waktu dan tempat dalam surat
dakwaan adalah untuk menentukan pengadilan yang manakah yang berwenang
mengadili dan juga untuk membuktikan ketika terdapat alibi (berada ditempat
lain) dari terdakwa saat dalam proses persidangan.
0 Komentar
Masukkan Komentar Anda